TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan buku pelajaran agama Buddha di Kementerian Agama (Kemenag) Tahun Anggaran 2012, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Kamis (19/3/2015) petang.
Mereka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung terhitung 19 Maret hingga 7 April 2015 sebagaimana Surat Perintah Penahanan. "Ditahan selama 20 hari ke depan untuk keperluan penyidikan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di kantornya, Kejagung, Jakarta.
Ketiga tersangka yang ditahan berasal dari pihak rekanan, yakni Direktur CV Samoa Raya, Samson Sawangin (SS); Direktur CV Kurnia Jaya, Edi Sriyanto (ES) dan seorang pegawai swasta, Wilton Nadea (WN).
SS dicecar pertanyaan dari jaksa tentang kronologi keberadaan dan mekanisme dari proses lelang yang dilakukan oleh CV Samoa Raya dalam kegiatan pengadaan buku pelajaran tersebut hingga menjadi pemenang lelang.
ES dimintai keterangan tentang kronologi keberadaan perusahaan saksi yang bekerja sama dengan CV Samoa Raya sebagai Penerbit dari pengadaan buku sebanyak 200 ribu eksemplar yang dimenangkan oleh CV Samoa Raya
Sementara WN, dicecar pertanyaan tentang kronologi dari penggunaan CV Samoa Raya saat mengikuti proses lelang yang dilakukan oleh CV Samoa Raya dalam kegiatan pengadaan buku pelajaran itu hingga menjadi pemenang lelang.
Terkait penyidikan kasus ini, sebenarnya jaksa mengagendakan pemeriksaan terhadap lima tersangka. Namun, dua tersangka lainnya yang merupakan pejabat di Kemenag mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Keduanya, yakni mantan Dirjen Binmas Buddha Kemenag, A Joko Wiryanto (AJW) dan Direktur Urusan Pendidikan Agama Buddha Kemenag, Heru Budi Santoso (HBS).
Kelimanya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 25 September 2014 atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan buku pelajaran agama Buddha untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD) dan Pendidikan Menengah pada Ditjen Bimas Buddha di Kemenag Tahun Anggaran 2012 senilai Rp 7,2 miliar tersebut. Jaksa menduga telah terjadi rekayasa tender dan penggelembungan anggaran (mark-up) dalam proyek tersebut.
Kelimanya dikenakan Pasal 2 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidiair Pasal 3 UU yang sama, dengan hukuman maksimal kurungan empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejagung, Maruli Hutagalung meyakinkan, pihaknya tidak akan mentolerir tersangka atau pun saksi yang tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Jaksa bisa menggunakan kewenangannya untuk melakukan upaya paksa kepada mereka.
Penulis: Abdul Qodir