TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, penetapannya sebagai tersangka merupakan risiko dalam perjuangan memberantas korupsi.
Badan Reserse Kriminal Polri menjerat Denny sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam Implementasi atau Pelaksanaan Payment Gateway pada Kemenkumham RI Tahun Anggaran 2014.
"Kami paham inilah risiko perjuangan untuk cita-cita kita bagi Indonesia yang lebih bersih, lebih antikorupsi," ujar Denny melalui pesan singkat, Rabu (25/3/2015).
Denny mengatakan, sejak awal ia dan keluarga telah siap dengan penetapan tersangka itu. Denny mengakui bahwa upaya dalam memberantas korupsi di Indonesia tidak mudah.
"Perjuangan melawan korupsi memang tidak mudah, tapi kita tidak akan, tidak akan pernah boleh menyerah," kata Denny.
Penyidik Bareskrim menjadwalkan pemeriksaan Denny sebagai tersangka pada Jumat (27/3/2015). Denny menyatakan kesediaannya untuk hadir memenuhi panggilan tersebut. "Insya Allah saya akan hadir hari Jumat," ujar Denny.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan menjelaskan bahwa ada sejumlah uang hasil pungutan pembuatan paspor yang mengendap di dua rekening yang dibuat oleh dua vendor tersebut. Uang itu langsung diserahkan ke kas negara.
"Apalagi, pembukaan rekening itu seharusnya atas seizin menteri. Nah ini tidak, rekening itu hanya diketahui pimpro (pimpinan proyek) dan pihak bank swasta," ujar Anton.
Berdasarkan penyelidikan sejak Desember 2014, penyidik menemukan ada kerugian negara sebesar Rp 32.093.692.000. Penyidik juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem tersebut.
Denny disangkakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang. (Ambaranie Nadia)