TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kardaya Warnika, menyindir kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dan Premium untuk Wilayah Penugasan luar Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali.
Harga BBM ini naik masing-masing Rp 500 per liter dari harga lama yang disebut sebagai bentuk penyesuaian harga.
Kardaya menyindir kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang tak mempertimbangkan aspirasi rakyat. Kenaikan harga BBM itu kata dia, semakin membuat rakyat menderita akibat kenaikan harga elpiji dan kenaikan tarif harga listrik.
"Pemerintah mesti sadar bahwa beberapa kebijakan itu harus mempertimbangkan kepentingan rakyat. Ini kan belum karena rakyat menderita. Ini kebijakan tak mikir juga kan karena semua naik kecuali emas di Pasar Senen," ujar Kardaya saat diskusi bertajuk "Naik Turun Harga BBM, Apa Untungnya Bagi Rakyat" di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (29/3/2015).
Kardaya juga mengkritik pemerintah yang dinilai tak transparan dalam penyesuaian harga BBM. Tidak transparannya pemerintah, kata dia, terlihat saat menggelar rapat kerja dengan DPR terkait penyesuaian harga BBM. Saat itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Sudirman Said berjanji tidak menaikkan harga BBM.
"Contoh tidak transparan dalam harga BBM dan subsidi yang telah disetujui di rapat kerja itu. Pak menteri tetapkan harga solar yang terlalu tinggi waktu itu, lalu kami bilang terlalu tinggi dan akhirnya sepakat. Berdasarkan ahli hukum hasil rapat itu mengikat. Tetapi itu hanya janji. Sampai sekarang janji itu tidak dipenuhi," kata Kardaya.
Kebijakan pemerintah telah menunjukkkan inkonsistensi dalam menentukan harga BBM. Politisi Partai Gerindra ini menyebut pemerintah telah mengabaikan prinsip tak berpihak kepada rakyat.
"Kebijakan umumnya harus konsisten dan tak mencla-mencle,"sindir Kardaya.
Kardaya menambahkan, pemerintahan terutama ESDM telah melanggar undang-undang karena tak mengandeng DPR selaku mitra kerja dalam memutuskan untuk menaikkan harga BBM.
"Dalam menaikkan harga BBM pemerintah harus sesuai kesepakatan dengan DPR, ini tidak mengajak DPR berarti melanggar perundang-undangan,"pungkas Kardaya.
Sebelumnya, kenaikan harga BBM dibagi tiga kategori sebagai berikut:
1. Harga premium penugasan yakni di luar Jawa, Madura, dan Bali yang masih disubsidi pemerintah naik dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.300.
2. Harga premium umum, yakni di Jawa, Madura, dan Bali, yang tidak disubsidi pemerintah, naik dari Rp 6.900 menjadi Rp 7.400.
3. Harga solar, baik di Jawa, Madura, Bali (Jamali) maupun luar yang masih disubsidi pemerintah, naik dari Rp 6.400 menjadi Rp 6.900.