TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah makin simpang siur keluarnya Peraturan Presiden soal naiknya anggaran tunjangan kendaraan dinas para pejabat mengingat para menteri dan Ketua DPR yang saling membantah, alasan Presiden Jokowi yang mengaku tidak tahu menahu soal peraturan yang ditandatanganinya, cukup mengundang tanya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan dari Rp 116.650.000,- menjadi Rp 210,890 juta.
Mereka yang mendapat uang muka kendaraan roda emnpat ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, hakim agung, hakim konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi mengakui Jokowi telah lalai sekaligus teledor telah menandatangani keputusan yang berakibat fatal bagi komitmennya terhadap pemerintahan yang bersih. Jokowi seakan menjilat ludahnya sendiri untuk mengedepankan kesederhanaan yang patut menjadi teladan bagi rakyatnya.
"Fenomena saling tunjuk dan lempar tanggungjawab kini seakan menjadi stempel yang cocok untuk pemerintahan Jokowi. Jika ada keputusan yang kontroversial dan mengundang protes publik, para menteri dan presiden saling cuci tangan. Kebijakan memberikan uang muka kendaraan bagi pejabat kan sangat tidak pantas, tidak berperikeadilan dan abai dengan penderitaan rakyat," ujar Ari, Senin (6/4/2015).
"Tidak harus usulan dari DPR selalu disetujui pemerintah. Dimana kerja menteri keuangan dan sekretaris kabinet kalau usulan memalukan dari DPR bisa lolos ke meja Jokowi. Copot saja pejabat yang kerjanya hanya menyalahkan serta tidak mau bertanggungjawab,"Ari Junaedi yang juga pengajar mata kuliah Humas Politik di Program Sarjana UI ini menegaskan.
Di saat kondisi rakyat yang masih kesulitan dengan berbagai dampak kenaikan BBM, listrik, gas dan beban kehidupan lain, tidak ada cara lain Jokowi harusnya tidak mengeluarkan kebijakan yang berlawanan dengan nurani keadilan.
"Jika Peraturan Presiden ini tidak dicabut, Jokowi jangan salahkan rakyat yang punya inisiatif membuat gerakan tobat pilih Jokowi (Gertopil Jokowi), Akumulasi kekecewaan rakyat semakin menumpuk melihat pembenahan pemerintahan yang dilakukan Jokowi hanya bagus saat kampanye dulu. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sudah semakin menggila sehingga membuat pusing pala Berbi –
meniru ucapan yang lagi popular di kalangan anak muda," Ari Junaedi menegaskan.