TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, mengucapkan belasungkawa terkait meninggalnya seorang warga negara Indonesia (WNI), Siti Zainab yang dihukum mati Pemerintah Arab Saudi.
"Eksekusi sudah dilaksanakan, kami berbelasungkawa, sudah tidak bisa dimediasi lagi, sehingga paling tidak jenazah almarhumah bisa sampai ahliwaris. Ini memang hal-hal yang menurut hukum Arab Saudi sudah diputuskan demikian," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Politikus Partai Demokrat hanya menyayangkan, pada saat pelaksanaan eksekusi Siti Zainab tidak jelas sampai ke pihak keluarga. Menurutnya, hal ini harus jadi masukan, agar ke depan pemerintah bisa memberikan bantuan hukum.
"Pihak yang menangani ini, harus menjadi perhatian. Informasi dan mediasi harus dilakukan dengan segala upaya daya," katanya.
Dirinya juga mengimbau kepada seluruh tenaga kerja Indonesia yang ada di luar negeri, untuk menaati setiap aturan terutama yang berkaitan dengan hukum. "Jika mengalami sesuatu yang berkaitan dengan hukum, diberitahu ke duta besar, sehingga ini bisa dimediasi," katanya.
Siti Zaenab merupakan seorang buruh migran Indonesia di Arab Saudi yang dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999. Siti Zainab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qishash kepada Siti Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.
Kemudian pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.
Pada Selasa (14/4/2015) pukul 10.00 waktu setempat, WNI yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga ini dieksekusi mati tanpa ada pemberitahuan dahulu kepada pihak RI. Menlu Retno Marsudi lalu melayangkan protes keras atas pelaksanaan eksekusi mati tersebut.