TRIBUNNEWS.COM - Masih ditemukan banyaknya keluhan tentang diskriminasi terhadap jurnalis perempuan di dalam institusi medianya.
Sementara saat melaksanakan tugas, jurnalis perempuan acapkali mendapatkan pelecehan seksual, salah satunya diajak kencan narasumber.
Karena itu, perayaan Hari Kartini jadi momentum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta untuk mengingatkan agar stop diskriminasi terhadap jurnalis perempuan.
Hasil penelitian AJI Indonesia di tujuh kota pada 2011 dengan 135 responden jurnalis perempuan menunjukkan sebanyak 6,59 jurnalis mengalami diskriminasi dan 14,81 persen mengalami pelecehan ketika bertugas. Tak jarang narasumber mengajak berkencan jurnalis perempuan.
Di dalam institusinya, hanya 6 persen jurnalis perempuan yang menduduki posisi sebagai redaktur atau pengambil keputusan di redaksi.
"Akibatnya, pengambilan kebijakan di redaksi didominasi jurnalis laki-laki," kata Ahmad Nurhasim, ketua AJI Jakarta.
Selain itu, sebanyak 40 persen jurnalis perempuan berstatus sebagai pekerja kontrak.
Penelitian tersebut juga menunjukkan jurnalis perempuan belum banyak yang mengambil jatah untuk cuti haid karena kurang begitu populernya hak cuti haid ini.
Para perempuan jurnalis yang sedang menyusui juga belum diberikan waktu khusus untuk menyusui. Masalah lainnya, 51,8 persen jurnalis perempuan belum mendapatkan fasilitas peliputan di malam hari.
Berkaitan dengan hal tersebut, AJI Jakarta mendesak perusahaan media memenuhi hak-hak jurnalis perempuan dan tidak memperlakukan jurnalis perempuan secara diskriminatif.
Perusahaan media didesak untuk mematuhi kode etik jurnalistik saat memberitakan kasus-kasus kekerasan, pembunuhan, dan pemerkosaan yang menimpa perempuan. (Agung BS)