TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana mati gembong narkoba warga negara Prancis, Serge Atloui lolos sementara dari proses eksekusi sepuluh terpidana mati Gelombang Kedua setelah ia melalui pengacaranya mengajukan gugatan atas penolakan grasi (pengampunan) presiden ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta pada Kamis (23/4/2015).
Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkumnya, Tony T Spontana berjanji pihaknya akan melaksanakan eksekusi mati terhadap Sergei setelah PTUN DKI Jakarta mengeluarkan putusan gugatannya ditolak.
"Sergei kami tidak ikutkan dalam eksekusi berikut ini. Tapi, nanti apabila perlawanan itu PTUN menolak permohonan yang bersangkutan, maka dia akan dieksekusi tersendiri," kata Tony di Kejagung, Jakarta, Selasa (28/4/2015) siang.
Tak lama Tony memberikan pernyataan tersebut, PTUN DKI Jakarta sebagaimana dilansir melalui website-nya menyatakan, menolak gugatan grasi dari Sergei.
Dengan adanya penolakan grasi tersebut, sejauh ini belum diketahui apakah pihak kejaksaan akan mengubah keputusan pelaksanaan eksekusi terhadap Sergei.
Upaya agar lolos dari eksekusi mati tidak hanya dilakukan oleh Serge melalui upaya hukum, seperti Peninjauan Kembali (PK) dan pengajuan grasi ke presiden.
Penyanyi Indonesia yang bermukim di Prancis, Anggun C Sasmi hingga Presiden Prancis, Francois Hollande berupaya meminta kebaikan hati Presiden Jokowi agar mengampuni Serge.
Bahkan, Presiden Prancis sampai mengeluarkan peringatan sekaligus ancaman penarikan dubes hingga batalnya sejumlah rencana kerja sama kepada pemerintahan Jokowi-JK jika warganya itu, Serge Atlaoui tetap jadi dieksekusi.
Serge Areski Atlaoui sendiri ditangkap pada 11 November 2005 karena kepemilikan dan operasi pabrik ekstasi dan sabu di Cikande, Tangerang, Banten. Dari pabrik itu, petugas menemukan 138,6 Kg sabu-sabu, 290 Kg ketamine dan 316 drum prekusor.