News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Mati

Dengarkan Suara Aktivis Kemanusiaan Alasan Jokowi Tunda Eksekusi Mary Jane

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terpidana mati asal Filipina Mary Jane Veloso mengenakan kebaya saat peringatan Hari Kartini, 21 April 2015 di Lapas Nusakambangan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati asal Filipina, Marry Jane Veloso, Rabu (29/4/2015).

Keputusan itu diambil Presiden Jokowi setelah mendapatkan laporan mengenai proses hukum yang sedang berjalan di Filipina. Sehingga harus dipastikan Mary Jane mendapatkan keadilan.

"Presiden mendengar dan memperhatikan suara para aktivis kemanusiaan yang terus menemaninya dalam menjalankan tugas konstitusionalnya,” demikian disampaikan menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam keterangan persnya, Rabu (29/4/2015).

Kata Mensesneg, Presiden melihat momentum ini sebagai langkah nyata untuk mencegah dan melakukan tindakan tegas atas kejahatan perdagangan manusia yang menimpa para pekerja migran kita di luar negeri.

Presiden percaya bahwa sinergi semacam ini harus dipertahankan di masa yang akan datang. “Dalam kasus-kasus kemanusiaan, Presiden meminta agar para aktivis tidak lelah memberi masukan dalam proses pengambilan keputusan,” tandas Pratikno.

“Presiden akan tetap bersikap tegas dalam melawan kejahatan narkoba karena jelas merupakan kejahatan pada kemanusiaan. Setiap hari ada sekitar 50 korban yang mati karena narkoba," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, delapan terpidana kasus narkoba telah dieksekusi secara serentak di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/4), pukul 00.25 WIB.

Mereka adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brazil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).

Sedianya, Marry Jane dieksekusi pada Rabu dini hari bersama delapan terpidana mati lainnya yang masuk gelombang kedua.

Sementara itu, di tempat berbeda, Jokowi mengungkapkan alasan atau dasar Pemerintah menunda pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati asal Filipina, Marry Jane Veloso.

Menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Filipina menjadi alasan. Pasalnya, sebagaimana keterangan dari Presiden Filipina Benigno Aquino, proses hukum terhadap Maria Kristina Sergio, juga dikenal sebagai Mary Christine Gulles--yang merekrut dan memfasilitasi Mary Jane pergi ke Indonesia. Perekrut Mary Jane disangkakan kasus Perdagangan Manusia.

"Informasi dari Pemerintah Filipina, bahwa disana lagi ada proses hukum kasus Human trafficking. Sehingga kita menghargai proses itu," ungkap Jokowi usai membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2015, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (29/4/2015).

Namun, Jokowi tegaskan, eksekusi mati terhadap Mary Jane bukan dibatalkan. Tapi, ditunda pelaksanaannya Rabu (29/4/2015) dini hari tadi.

"Jadi itu bukan dibatalkan, tapi penundaan," tandas Jokowi.

Terpidana mati kasus narkoba asal Fillipina, Mary Jane Fiesta Veloso, berhasil luput dari hukuman mati, setelah seorang wanita menyerahkan diri ke otoritas Filipina sebagai ganti dirinya.

Maria Kristina Sergio, juga dikenal sebagai Mary Christine Gulles Pasadilla, adalah wanita yang menyerahkan diri ke polisi Filipina. Sergio mengatakan dia menyerahkan diri karena dia adalah pihak yang merekrut dan memfasilitasi Mary Jane pergi ke Indonesia.

Ia menyerahkan diri ke kantor polisi daerah Nueva Ecija di Cabanatuan City, sekitar pukul 10 pagi di hari Selasa (28/4/2015).
Dikutip dari The Inquirer, Rabu (29/4/2015), Kristina datang bersama dengan pasangannya bernama Julius Lacanilao.

Dia mengatakan asalan dirinya menyerahkan diri karena takut dianiaya oleh keluarga, kerabat dan pendukung Mary Jane, jika otoritas Indonesia mengeksekusi mati wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga tersebut.

Mary Jane menurutnya pergi ke Indonesia untuk bekerja. Namun Kristina menitipkan sebuah tas yang merupakan milik ke kekasihnya ke Mary Jane. Ibu dari dua anak itu menurut Kristina tidak mengetahui isi dari tas tersebut adalah narkoba.

Otoritas Filipina telah mendakwa Kristina dengan tuduhan merekrut Mary Jane untuk penyeludupan narkoba.

Sebelumnya, Presiden Filipina Benigno Aquino III telah menemui langsung Presiden Jokowi di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-26, di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (27/4) lalu, untuk meminta penundaan pelaksanaan eksekusi kepada Mary Jane karena aktor utama terkait kasus yang dihadapi sudah menyerahkan diri ke polisi di Filipina.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini