Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan perkara dugaan suap jual beli gas alam dengan terdakwa Mantan Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin Imron kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (13/5/2015).
Agenda sidang hari ini adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan terdakwa atas dakwaan Jaksa Penutut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukum Fuad Amin, Firman Wijaya mengatakan, pasal 4 ayat 4 KUHAP yang dijadikan sandaran bagi Jaksa Penuntut Umum untuk membawa perkara ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta adalah sangat tidak beralasan.
Dan menurut Firman, membawa perkara ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta tidak berdasarkan hukum karena untuk menentukan kompetensi relatif pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dengan berdasar pada pasal 84 ayat 4 KUHAP harus memenuhi syarat yaitu terpenuhinya ketentuan pasal 64 dan pasal 65 KUHP. Sedangkan di dalam perkara a quo hanya pasal 64 ayat 1 KUHP yang terpenuhi.
"Bahwa rumusan untuk menentukan kaidah hukum tentang Pengadilan Negeri mana yang paling berwenang mengadili penggabungan perkara yang terjadi dalam berbagai pengadilan negeri adalah harus memperhatikan tempat tinggal sebagian besar saksi yang diperiksa jauh lebih banyak di pengadilan negeri lain," kata Firman.
Faktanya, kata Firman, dalam perkara a quo terdapat sebagian besar (sebanyak 313 orang saksi) yang berdiam dan berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.
"Sebaliknya, hanya 5-6 orang saksi yang berdiam dan tinggal di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,"
Masih kata Firman, sikap pengadilan yang tidak mengacukan kemudahan mendatangkan saksi yang hendak dipanggil adalah perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhanan cepat, dan berbiaya ringan.
Oleh karenanya, sangat beralasan hukum bagi majelis hakim dalam perkara aquo untuk menyatakan menerima nota keberatan atau eksepsi ini dan menyatakan pengadilan tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo.
"Selanjutnya melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya," tandas Firman.