Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia diminta tidak perlu mendengarkan tekanan dunia internasional terkait eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba.
"Mengapa mendekarkan tekanan internasional? Warga negara kita di Arab Saudi juga tidak diributkan. Apa Sekjen PBB pernah ribut? Kenapa didengerin?" ungkap Asep dalam diskusi, 'Indonesia Darurat Narkoba,' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/5/2015).
Menurut dia kecaman dunia internasional hanya untuk menyelamatkan warga negara mereka saja. Harusnya negara yang warganya dihukum mati di Indonesia karena kasus narkoba bersyukur.
"Harusnya mereka bersyukur, kenapa barang bukti tidak ditangkap mereka, malah ditangkap di bandara kita? Kan lolosnya dari bandara mereka? Pihak yang menentang biarkan saja," ungkap Asep.
Kecuali bila korban penyalahgunaan narkoba tentunya harus direhabilitasi. Tetapi bila pengedar atau kurir tentu hukum harus ditegakkan. "Kalau ada yang ngedarin ya dihukum. Kurir juga. Kan pesuruh. Kenapa tidak? Kalau bawanya banyak," ungkapnya.
Kata Asep, menjadi aneh jika ada warga asing menjadi kurir narkoba dan ketika tertangkap mereka beralasan hanya mengantarkan barang dari luar ke Indonesia. Tujuan orang ke sebuah negara jelas memiliki tujuan.
Seperti yang terjadi pada terpidana mati Mary Jane asal Filipina yang selamat dari eksekusi mati karena pelaku perdagangan manusia untuk Merry Jane menyerahkan diri.
"Tapi proses hukum di Indonesia sudah selesai untuk eksekusi, tidak berpengaruh. Misalnya, Filipina menyatakan dia korban trafficking, proses kita sudah selesai penyelidikan sampai eksekusi. Putusan mati kita tidak bisa diubah sama putusan negara asing apapun bentuknya," ungkapnya.
Tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak menggelar eksekusi begitu juga terhadap terpidana lainnya Serge Atlaoui asal Prancis. "‪Ini proses pidana dari penyidikan sampai eksekusi. TUN itu objeknya putusan TUN, akal-akalan saja itu," ungkapnya.