TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Lim, tak terima dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dakwaan itu ditujukan kepadanya. Willy pun akan menyampaikan nota keberatan pada sidang berikutnya.
"Saya sangat keberatan sekali (atas dakwaan itu)," kata Willy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/5/2015).
Dalam dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh JPU pada KPK, Willy didakwa bersama-sama memberikan uang suap sebesar 190.000 dollar AS kepada mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo.
Pemberian suap tersebut terkait pasokan Tetraethyl Lead (TEL) kepada PT Pertamina periode 2004-2005.
"Yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa Irene Putrie, saat membacakan dakwaan.
Dalam dakwaan disebutkan Willy melakukan dugaan suap bersama-sama dengan David P Turner selaku Sales and Marketing Director of The Associated Octel Company Limited (OCTEL), Paul Jennings selaku CEO OCTEL, Dennis J Kerisson selaku CEO OCTEL, dan Muhammad Syakir selaku Direktur PT SI. Diketahui, OCTEL berubah nama pada tahun 2006 menjadi Innospec Ltd.
"Pada waktu antara bulan Agustus 2004 sampai dengan bulan Desember 2005 atau pada suatu waktu dalam tahun 2004 sampai dengan 2005 bertempat di kantor PT Pertamina dan United Overseas Bank (Bank UOB) Singapura," kata Jaksa.
Jaksa menguraikan awal terjadinya perbuatan dugaan suap tersebut yakni setelah PT SI pada tahun 1982 ditunjuk oleh OCTEL untuk menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia berdasarkan surat penunjukan keagenan dari OCTEL kepada PT SI Nomor S.12.6.8 Indonesia tanggal19 Maret 1982.
Pada 2003 OCTEL dan PT Pertamina membuat perjanjian kerjasama dalam bentuk MoU tertanggal 2 Mei 2003 yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan dalam periode tahun 2003 sampai dengan September 2004 dengan harga yang disepakati sebesar USD9.975/MT.
Jaksa KPK pun menilai perbuatan terdakwa merupakan tindak pidananya sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.