News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Kondensat

Bareskrim Belum Temukan Bukti Keterlibatan Sri Mulyani

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Managing Director and Chief Operating Officer World Bank sekaligus mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) meninggalkan ruangan usai memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2015). Sebelumnya Sri Mulyani diperiksa oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh SKK Migas dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memeriksa mantan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani sebagai saksi kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penjualan kondensat (minyak mentah) negara dari BP Migas(sekarang; SKK Migas) Kementerian ESDM 2009-2011.

Sementara, penyidik belum menemukan alat bukti atau petunjuk keterlibatannya terkait kasus tersebut.

"Sementara ini tidak ada," kata Direktur II Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditpideksus) Bareskrim, Brigadir Jenderal Victor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Menurut Victor, dari keterangan sementara Sri Mulyani, bahwa dia saat menjabat Menkeu sekaligus Bendahara Umum Negara pada 2009 hanya berperan menerbitkan surat Nomor 85/MK/02/2009 tentang tata laksana atau cara pembayaran kondensat dari BP Migas dan diolah PT TPPI.

Penerbitan surat tersebut mengacu adanya surat SKK Migas Nomor 011 tertanggal 12 Januari 2009 ke PT TPPI tentang penunjukan langsung BP Migas kepada PT TPPI sebagai penjual kondesat negara dan surat PT Pertamina (Persero) Nomor 941 tertanggal 31 Oktober 2008 tentang persetujuan pembelian migas ron88 sebanyak 50 ribu barel per hari.

Selain itu, adanya kebijakan Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla (JK) yang mengharuskan PT TPPI menjual hasil olahan kondensat dari BP Migas tersebut kepada PT Pertamina. Namun, hal itu tidak dilakukan.

"Surat itu menunjuk PT TPPI sebagai penjual kondensat. 'Nah, karena sudah ditunjuk, Sri Mulyani merasa berkewajiban untuk menetapkan tata cara pembayarannya. Jadi, sudah ditunjuk dahulu, baru surat Sri Mulyani keluar," tutur Victor.

Menurut Victor, meski Sri Mulyani saat itu selaku penanggung jawab keuangan negara, tidak serta merta sebagai pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai pengawas terhadap pembayaran atas penjualan kondensat yang dilakukan oleh PT TPPI.

Sebab, ada pejabat terkait sesuai tugas pokok dan fungsi di Kemenkeu yang bertanggung jawab sebagai pengawasnya.

"Tentu harus ada pejabat (Kemenkeu,-red) yang sesnya mngontrol pelaksanaan ini. Itu akan kami ketahui dari job desk pejabat-pejabat terkait. Kami akan lihat, siapa yang mengontrol PT TPPI sehingga menunggak pembayaran itu. Sejauh ini, Sri Mulyani belum ada masalah soal itu," katanya.

"Bendahara berkewajiban mengontrol, tapi tidak harus menteri. Bisa di bawahnya atau apa," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Victor, dari keterangan saksi dan tersangka serta dokumen yang didapat, belum ada bukti Sri Mulyani terlibat dalam penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat negara yang kini bermasalah.

"Sri Mulyani tidak ada kaitannya dengan penunjukan PT TPPI. Tapi, karena PT TPPI itu sudah ditunjuk terlebih dahulu oleh BP Migas, maka dia seperti berkewajiban menetapkan tata cara pembayarannya," ujarnya.

Victor menambahkan, pihaknya belum berencana memeriksa kembali Sri Mulyani yang kini menjabat Managing Director and Chief Operating Officer World Bank dan berkantor di Amerika Serikat itu.

"Saya sudah membaca hasil pemeriksaan ini dan sementara ini saya anggap cukup keterangan beliau. Karena penjelasan yang diberikannya sudah cukup jelas mengenai surat yang pernah ditandatanganinya," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini