TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah mengajukan mantan Pangdam Jaya, Sutiyoso, menjadi calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Munculnya nama Sutiyoso memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Apalagi dalam waktu dekat DPR akan melakukan fit and proper test terhadap Sutiyoso sebagai calon kepala BIN yang diajukan Presiden Jokowi.
Direktur Imparsial, Al Araf, menilai wajar adanya perdebatan terkait penunjukkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk menduduki kursi Kepala BIN.
Pasalnya, Sutiyoso juga merupakan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan saat menjabat sebagai Kepala BIN nanti.
"Bang Yos merupakan tim pemenangan Jokowi-JK yang juga Ketua Umum PKPI. Tantangannya adalah dia harus lepas dari bias politik dan bersikap netral," kata Al Araf dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (15/6/2015).
Al Araf menuturkan, di Indonesia sebuah badan intelijen tidak diperlakukan seperti di Amerika Serikat. Menurutnya, masyarakat Amerika Serikat menganggap badan intelijennya yakni CIA seperti pahlawan.
"Di Indonesia tidak tergambar seperti itu. Di Indonesia badan intelijen seperti sesuatu yang seram dan tabu," tuturnya.
Menurut Al Araf, menjadi tugas Sutiyoso jika terpilih menjadi Kepala BIN agar menjadikan lembaga intelijen tidak ditakuti masyarakat. Untuk itu BIN hendaknya mendekatkan dengan civil society agar mendapatkan informasi maksimal dalam memperoleh informasi.
"Kita tidak mau bom terulang di Indonesia, untuk itu BIN harus memiliki fungsi deteksi dini untuk menjaga keamanan," tandasnya.