TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera), Basuki Hadimuljono, mengakui hingga kini perjanjian antara pemerintah dengan PT. Minarak Lapindo Jaya (MLJ) belum ditandatangani.
Oleh karena itu hak para korban lumpur Lapindo belum dibayarkan.
Kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, Jakarta Pusat, Rabu (1/7/2015), Basuki menyebutkan bahwa perjanjian tersebut harusnya ditandatangani pimpinan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dengan pihak PT. MLJ.
"Ini nanti baru mau dirapatkan soal itu," kata Basuki.
Ia belum bisa memastikan kapan hak korban lumpur panas dapat dipenuhi namun ia memastikan pemerintah akan berusaha agar kewajiban tersebut dapat dibayarkan secepatnya.
"Kita usahakan secepatnya," ujar Basuki.
Basuki sempat menargetkan permasalahan antara PT.MLJ dengan warga korban lumpur panas, bisa diselesaikan sebelum tanggal 26 juni. Namun menjelang penandatanganan draft tersebut oleh Basuki, pihak Kejaksaan Agung memberi masukan bahwa draft tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan BPLS. Alhasil hingga 26 Juni, hak para korban belum juga bisa dipenuhi.
Dalam draft tersebut diatur soal PT.MLJ yang sudah tidak sanggup memenuhi kewajibannya terhadap warga Sidoarjo, Jawa Timur, korban lumpur panas sebesar Rp 827 miliar. Sebagai jaminan, pemerintah menyita aset PT.MLJ sebesar Rp 2,7 triliun. Pemerintah menetapkan bunga 4,8 persen, dan bila tidak dibayar dalam 4 tahun, maka aset tersebut akan berpindah tangan.