Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Empat Lawang, Muromin Zahri, terkait suap sengketa pilkada Empat Lawang di Mahkamah Konstitusi pada 2013.
Muromin akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri dan istrinya Suzana Budi Antoni. Ia diperiksa sebagai saksi, Jumat (24/7/2015).
Selain disangka suap, pasangan ini disangka terkait memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Atas perbuatannya, Budi Antoni dan Suzana disangka Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana dibuah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Sementara terkait keterangan palsu, keduanya disangka Pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimaan diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.Penetapan tersangka tersebut merupakan pengembangan kasus suap kepada Akil Mochtar yang telah divonis seumur hidup oleh pengadilan.
Sekadar informasi, Budi Antoni dalam dakwaan Akil Mochtar disebutkan memberikan uang senilai Rp 15,5 miliar untuk memenangkan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Empat Lawang di MK tahun 2013. Rinciannya adalah di bulan Juli 2013, Budi menyuruh Suzanna mengantar duit sekitar Rp 10 miliar ke BPD Kalbar cabang Jakarta bersama Muhtar Ependy.
Duit itu lantas diterima oleh Iwan, bersama dua anak buahnya, Risna dan Rika, untuk disimpan di brankas bankSelang beberapa hari kemudian, Suzanna dan Muhtar kembali memberikan US$ 500 ribu ke Iwan. Kepada penyidik, Iwan, Risna, dan Rika mengakui Muhtar memang pernah menitipkan duit itu, yang totalnya Rp 15 miliar.
Di hari yang sama, penyidik KPK juga memanggil Muhtar Ependy untuk dimintai keteranganya. Muhtar adalah perantara suap Budi Antoni kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.