TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Sembilan anggota Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) sudah diketahui. Tak ada pemungutan suara dilakukan dalam sidang pleno Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/8/2015).
Pimpinan sidang Ahmad Muzakki langsung mengumumkan nama-nama AHWA terpilih tanpa ada pemungutan. PBNU ternyata memiliki mekanisme tersendiri dalam penentuan sembilan nama AHWA yang nantinya akan memilih ketua PBNU yang baru. berikut mekanismenya:
1. Pembahasan metode AHWA ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2012. Wacana menggunakan metode ini muncul karena banyaknya kekhawatiran dan munculnya keprihatinan akibat pemilihan ketua NU selalu ditunggangi pihak eksternal jika menggunakan pilihan langsung.
2. Tak hanya di tingkat PB NU dan PWNU, tapi juga di tingkat PCNU. Banyak sekali yang menunggangi pemilihan ketua NU hanya demi kepentingan-kepentingan sesaat. Misalnya, calon yang akan maju dalam pilkada menunggangi pemilihan ketua NU di daerah. Bahkan, yang lebih ngeri lagi pelibatan politik uang dalam pemilihan ketua NU. Kondisi inilah yang merusak moral di jajaran kepemimpinan NU.
3. Sebenarnya, sistem pemilihan metode AHWA ini akan diterapkan di PW NU Jatim. Namun karena belum memiliki payung hukum untuk diterapkan, akhirnya PB NU minta untuk ditunda.
4. Selanjutnya, dalam rapat pleno ke-2 PBNU di Wonosobo, 6-8 September 2013, Rais 'Aam KH MA Sahal Mahfudh memerintahkan kepada PBNU untuk segera memproses gagasan AHWA dan membikin payung hukum metode ini untuk memilih seluruh jajaran pimpinan dalam tubuh NU.
5. Perintah rais aam itu lalu dirumuskan dalam naskah akademis oleh tim khusus yang dipimpin oleh KH Masdar Farid Mas’udi. Tim ini melakukan penelitian mendalam yang mencakup landasan nilai-nilai keagamaan, dasar-dasar filosofis, acuan historis, hingga pertimbangan-pertimbangan terkait dinamika sosial politik.
6. Naskah akademik tersebut dibahas dalam Munas dan Konferensi Besar pada 2-3 November 2014. Salah satu poin dari rumusan itu yakni sistem AHWA dalam pemilihan kepemimpinan NU, tapi penerapannya dilaksanakan dengan cara bertahap untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu disempurnakan di masa depan, dimulai dengan pemilihan/penetapan Rais 'Aam dan rais-rais syuriah di semua tingkatan.
7. Sedangkan untuk Ketua Umum dan ketua-ketua tanfidziah masih dengan pemilihan langsung. Kesepakatan itulah yang dijadikan dasar PBNU menggelar serangkaian Musyawarah Alim Ulama ke-3 pada tanggal 14-15 Juni 2015. Munas alim ulama tersebut menyepakati beberapa hal tentang definisi dan kretaria Rais 'Aam.
8. Kemudian pada tanggal 8 Juli 2015 PBNU mengeluarkan surat edaran mengenai penerapan metode Ahlul Halli Wal 'Aqdi dalam Muktamar ke-33. Surat yang dikirim ke PWNU dan PCNU se-Indonesia.
9. Dari hasil Munas Alim Ulama tersebut diusulkan ada 39 kiai sepuh yang menjadi calon AHWA. Mereka inilah yang diusulkan oleh PCNU dan PWNU untuk dibawa ke muktamar.
10. Nama-nama yang masuk dari PWNU-PCNU seluruh Indonesia kemudian ditabulasi (diranking) dan ditetapkan menjadi 9 nama besar dalam pleno muktamar.
11. Dengan demikian, nama-nama calon AHWA tersebut tidak serta merta begitu saja. Namun melalui proses panjang.