TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apabila benar Tim Satuan Tugas Khusus Kejaksaan Agung salah menggeledah, maka tindakan tersebut dikategorikan konyol.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Agung yang dipimpin Sarjono Turin diduga salah melakukan penggeledahan.
Kejaksaan Agung seharusnya menggeledah kantor Victoria Securities Internasional Corporation (VSIC) bukan Victoria Securities Indonesia (VSI).
“Jika informasi ini benar, maka ini langkah konyol," ujar Direktur Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo dalam pernyataannya, Kamis(20/8/2015).
Pentolan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di era 90-an ini mengatakan seharusnya penegak hukum di kejaksaan jangan menggunakan paradigma dan filosofi seperti sopir angkot yang berlomba-lomba mengejar setoran dan akhirnya salah sasaran.
Oleh karenanya, pihak kejaksaan dalam menangani kasus VSI dan kasus-kasus lainnya perlu menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan kecurigaan adanya penyalahgunaan wewenang (abuse of power), kriminalisasi dan diskriminasi.
"Jika masih menggunakan paradigma dan filosofi tersebut maka sampai kiamat, upaya penegakan hukum yang berkeadilan hanya menjadi slogan," ujarnya.
Dalam penanganan kasus VSI ini pun lanjut Karyono, tim kejaksaan dinilai janggal, kurang jelas pokok materi hukumnya.
Karenanya penanganan kasus ini menimbulkan tanda tanya. Misalnya, pihak Satgasus Kejaksaan belum menyebutkan siapa pelapornya, kalau disangka ada unsur korupsi belum disebutkan berapa kerugian negara.
Selain itu, belum dijelaskan apakah ada laporan dari BPK dan BPKP yang menyebutkan ada kerugian negara.
"Lalu, timbul pertanyaan, dimana peran OJK dan BPPN dalam kasus ini. Maka agar kasus ini menjadi terang benderang mestinya pihak-pihak yang terkait perlu diperiksa dan dimintai keterangan bila perlu dikonfrontir," kata karyono.
Untuk diketahui, pihak PT Victoria Securities Indonesia mengadukan penyidik Kejaksaan Agung yang dipimpin Sarjono Turin ke DPR.
Pengaduan dilakukan menyusul dugaan salah geledah yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus terkait kasus pembelian aset BTN melalui BPPN.
Namun belakangan pihak Kejaksaan Agung menanggapi tudingan salah geledah tersebut sudah sesuai prosedur.
Bahkan korps adhyaksa menilai pihak Victoria Securities Indonesia berbohong dengan menyebut bahwa penggeledahan yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus salah alamat.
Perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama meminjam Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.
Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.
Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU. PT Victoria Sekuritas Indonesia membeli aset itu dengan harga Rp 26 miliar.
Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Tapi, PT VSI menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu.
Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan PT VSI ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.