TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama dan penyelewengan Dana Operasional Menteri (DOM) Suryadharma Ali berharap seluruh dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dibatalkan majelis hakim.
"Dengan segala hormat, saya menyayangkan JPU sama sekali tidak mempertimbangkan dan menyinggung fungsi dan wewenang menteri sebagai Pengguna Anggaran (PA), Dirjen PHU sebagai pengguna kuasa anggaran (KPA), Direktur sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan para Ketua dan anggota tim pelaksana yang paling teknis yang berhubungan langsung dengan rekanan," kata SDA saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9/2015).
"Menteri bagaikan keranjang sampah yang menampung seluruh kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan mereka. Yang mulia ini tidak adil. Saya mohon dakwaan ini ditolak," katanya.
Dirinya menuding penyidik KPK menerima kesaksian dan informasi yang tidak baik. Namun karena KPK tidak memiliki wewenang untuk menghentikan perkara, kasus yang menimpa dirinya dipaksakan dan dilimpahkan kepada JPU hingga selanjutnya diadili di Pengadilan Tipikor.
"Penyampaian nota keberatan ini tidak ada maksud sebesar zarahpun untuk mengajari majelis hakim yang mulia, karena majelis hakim yang mulia jauh mengerti dan jauh memahami persoalan hukum dibanding saya," katanya.
Dalam sidang yang beragenda pembacaan eksepsi atau nota pembelaan ini, Suryadharma Ali rela berdiri 3 jam tanpa beristirahat. Mantan Ketua Umum PPP itu juga sempat meminta izin untuk meminum air lantaran tersendak.
SDA membaca secara detail 45 halaman eksepsi yang telah disusun sejak pekan lalu, setelah mendengar dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
Dalam kasus ini, Suryadharma didakwa menyalahgunakan wewenang sewaktu menjabat sebagai Menteri Agama dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. Perbuatannya dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.
Atas perbuatannya, Suryadharma disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.