TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan kebakaran hutan di Indonesia sudah seperti sebuah siklus.
Raffles menyebutnya siklus karena selama 17 tahun, kebakaran selalu terjadi dan tidak bisa dicegah.
"Kalau kita perhatikan kenapa kejadian in terus berulang tidak terlepas dari perilaku manusia. Karena di Indonesia tidak mungkin ada kebakaran kalau tidak ada yang memicu. 99 persen disebabkan ada orang yang membawa api kepada fuel-nya," kata Panjaitan saat diskusi bertajuk 'Asap dan Sengsara' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/9/2015).
Panjaitan sendiri mengkritisi gerak lamban pemerintah terkait pencegahan kebakaran hutan. Panjaitan beralasan Pemerintah telah diingatkan bahwa Indonesia akan dilanda masa kemarau panjang karena ada pengaruh dari El Nino.
Oleh pelaku usaha, kondisi kemarau yang menyebabkan kekeringan dimanfaatkan untuk membakar hutan karena lebih cepat untuk mengelola hutan.
"Fuel (bahan kabar) sangat kering dan mudah terbakar. Ini dimanfaatkan baik stakeholder, baik orang per orang untuk membersihkan lahan di dalam ketentuan dilarang untuk pembakaran. Ini karena faktor ekonomi dan perilaku," ujar Panjaitan.
Menurut Panjaitan, yang boleh membakar hutan adalah masyarakat sepeti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam UU tersebut, hutan yang dibakar untuk keperluan tanaman hortikulturan dan bukan untuk tanaan sawit. Luasnya adalah dua hektare.
Faktanya, kata dia, pembakaran hutan saat ini yang terjadi adalah untuk kebutuhan perluasan areal perkebunan.