TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lubang sedalam sekitar 12 meter tempat tujuh orang pahlawan revolusi dipendam, sebagian besarnya digali hanya dengan menggunakan tangan kosong.
Salah satu pelaku penggalian adalah Muhammad Yusuf, yang pada saat itu masih berumur 16 tahun, bekerja sebagai hansip di kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Kepada TRIBUNnews.com, saat ditemui di kediamannya, Yusuf mengaku masih ingat betul, pada 3 Oktober 1965, sekitar pukul 15.00 WIB, ia tiba-tiba disambangi oleh lurah Lubang Buaya yang akrab dipanggil Keling.
Sang lurah menyambanginya ke rumahnya dengan menumpangi mobil jeep Willys, saat ia tengah menjaga ayahnya yang sakit.
"Bawa pacul, kita benerin saluran (air)," kata sang Lurah mengajak Yusuf.
Saat itu ia hanya mengenakan celana pendek, dan kaos dalam berwarna putih yang sudah agak lusuh.Mendapat perintah dari atasan, ia pun langsung mematuhinya.
Walaupun ia sempat bingung, karena saat itu adalah musim panas, dan hampir tidak ada gunanya memperbaiki saluran air di musim panas, mengingat daerah Lubang Buaya bukan lah daerah banjir.
Sang lurah membawanya ke perkebunan yang terletak tak jauh dari jalan raya Pondok Gede. Di lokasi ia akhirnya mendapati kecurigaannya benar, tidak mungkin ia diajak memperbaiki saluran air.
Pasalnya di lokasi tersebut terdapat ratusan tentara dari berbagai kesatuan, yang mengenakan seragam loreng. Di perkebunan itu ia mendapati sudah terdapat sejumlah laki-laki yang ia kenal.
Sang lurah kemudian membawa Yusuf ke hadapan seorang perwira TNI berseragam loreng, Perwira tersebut lalu menunjuk ke gundukan tanah yang ditanami pohon pisang, lalu memerintahkan agar lahan tersebut digali.
Tanpa diberitahu untuk apa lahan itu digali, Yusuf menuruti saja perintah tersebut.
Ia mengingat ada delapan orang warga Lubang Buaya yang diminta untuk menggali. Selain dirinya, saat itu juga terdapat Martai, Mahmud, Madali, Pani, Hambari, Suparyono dan Asmali.
Sebagian dari mereka dikumpulkan oleh lurah, sebagiannya lagi dikumpulkan oleh tentara. Mereka diminta menggali lahan seluas sekitar 5 X 4 meter.
Hingga menjelang pukul 16.30 WIB, seorang Polisi yang berpangkat agen polisi tingkat 2 atau setingkat barada polisi, yang belakangan ia ketahui bernama Sukitman, kemudian menunjuk satu titik di lokasi penggalian itu.