News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cari Fakta Pembunuhan Salim Kancil, Polisi Didesak Periksa Aliran Dana Kepala Desa

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SOLIDARITAS - Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Mahasiswa Kalimantan Barat (APMKB) menggelar aksi solidaritas, di Bundaran Untan, Pontianak, Kalbar, Sabtu (3/10/2015). Aksi solidaritas ini merupakan bentuk dukungan kepada kaum tani yang menolak aktivitas tambang ilegal hingga terbunuhnya seorang aktivis petani dengan sadis,Salim Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan oleh sekelompok orang di desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa timur pada (26/9/2015) beberapa hari lalu. Dalam Akasinya APMKB menuntut hentikan tindakan kriminalisasi yang menggunakan alat negara (TNI dan Polri) terhadap petani serta hentikan perampasan tanah dan laksanakan reforma agraria sejati serta meminta pihak berwajib mengusut tuntas kasus yang menimpa Salim Kancil dan Tosan. TRIBUN PONTIANAK / ANESH VIDUKA

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Komisi III DPR yang melakukan kunjungan ke Lumajang telah mendapatkan fakta terkait tewasnya petani Salim Kancil. Fakta tersebut didapat dari masyarakat, aparat kepolisian serta keluarga korban Tosan.

"Fakta pertama yang ditemukan bahwa Pak Kancil bukan hanya sekedar aktivis yang hendak menyelamatkan lingkungan pantai di desanya saja melainkan juga seorang pemilik sawah yang sudah hancur," kata Arsul melalui pesan singkat, Senin (5/10/2015).

Sawah milik Salim Kancil itu tidak bisa ditanami lagi akibat penambangan pasir liar yang dilakukan oleh kepala desa dan kelompoknya Tim 12.

Kemudian, Arsul menceritakan fakta lainnya yakni terdapat pembiaran karena kurang responsifnya aparat kepolisian, khususnya, Polres Lumajang yang tidak menangani laporan berupa ancaman yang diterima kelompok Salim Kancil dan Tosan.

"Terkesan bahwa jajaran dalam pemda setempat juga membiarkan penambangan liar tersebut berlangsung terus karena sudah 2 tahun lebih," ujarnya.

Atas fakta tersebut, Politikus PPP itu mengatakan pihaknya meminta Polda Jatim yang telah mengambil kasus itu tidak hanya mengusut kasus ini dari sisi pembunuhan dan penganiayaan serta perusakan lingkungan hidup saja.

Tetapi perlu juga mengembangkan penyidikan ke arah pencucian uang.

"Ini untuk mengetahui kemana saja aliran uang dari Haryono, Kepdes setempat, diberikan," katanya.

Arsul mengaku curiga Haryono bisa leluasa melakukan penambangan pasir liar dalam skala masif karena membagi hasil kegiatan penambangan liarnya tersebut dengan pihak-pihak tertentu.

"Karena itu Haryono perlu disidik apakah menyuap pihak-pihak tersebut. Apabila Haryono mau membuka aliran dananya maka kalau perlu dia diberikan status justice collaborator," ungkapnya.

Arsul menegaskan Komisi III akan mengawal kasus ini secara serius. Pada kunjungan kerja reses di awal Nopember nanti Komisi III akan bertemu kembali Kapolda Jatim dengan meminta perkembangan penanganan perkara tersebut.

"Kita minta Polda menelusurinya sesuai dengan penyidikan dalam kasus TPPU. Karena pembiaran yang terjadi itu menimbulkan dugaan-dugaan adanya aliran uang," kata Arsul.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini