TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia memberikan penjelasan membuka diri terhadap bantuan negara lain, dalam menangani masalah asap karena kebakaran lahan di Kalimantan dan Sumatera.
Permasalahan terletak pada jumlah titik api yang tak dapat diprediksi, sehingga memandang perlu bantuan untuk memadamkan titik-titik tersebut.
Menurut Jubir Kementerian Luar Negeri RI, Armanatha Nasir (Tata), berdasarkan info yang diterimanya dari lapangan, titik api seringkali berubah jumlahnya.
Sebagai contoh, kata Tata, di Kalimantan Tengah pada satu hari sebelumnya terdapat 12 titik api, namun pada hari ini titik api bertambah menjadi 20 buah.
Sebaliknya, di kawasan lain yang awalnya titik api berjumlah lebih dari 10, berkurang pada hari berikutnya atau berpindah menjalar menggunakan medium lahan gambut.
Pemerintah Indonesia sendiri melihat pola titik-titik api sebagai sesuatu yang harus diselesaikan, sehingga pada akhirnya membuka diri menerima bantuan negara sahabat.
"Ini tantangan bagi kita sehingga Pemerintah RI melihat perlu kerjasama dengan negara yang punya sumber daya untuk memadamkan api tersebut, oleh karenanya Menlu telah berbicara dengan Menlu China, Menlu Australia, Menlu Malaysia untuk membahas kerjasama bagiamanaa bisa membantu mengatasi titik api yang sedang berkembang," kata Tata di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2015).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyerukan permintaan pertolongan pada negara-negara sahabat Indonesia terkait pemadaman kebakaran lahan. Jokowi mengatakan, penanganan kebakaran di lahan gambut berbeda dengan di hutan biasa. Karena itu, bantuan diperlukan.
"Kita membutuhkan pesawat yang mempunyai daya mengangkut air 12 ton, 15 ton, bukan seperti sekarang hanya 2-3 ton. Itu enggak nendang," ujarnya.