Tribunnews.com, Jakarta - Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri masih melakukan pemeriksaan terhadap tiga oknum Polsek Pasirian, Lumajang, Jawa Timur.
Tiga polisi itu diduga menerima uang dari aktivitas tambang pasir ilegal di wilayahnya.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim AKBP Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan, mereka melakukan hal itu dengan modus menggelar patroli harian. Di sela-sela patroli, mereka mampir ke sejumlah tempat demi mendapat uang.
"Mereka patroli, mampir ke Kepala Desa, dapat uang tip. Jumlahnya enggak besar, sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu," ujar Argo, ketika dihubungi wartawan, Kamis (8/10/2015).
Kepala desa setempat juga diketahui terlibat dalam aktivitas penambangan pasir liar di sana. Selain itu, oknum Polsek tersebut juga sering mendapatkan uang 'pelicin' dari sopir-sopir truk yang beraktivitas mengangkut pasir ilegal.
"Atau misalnya lagi ada kegiatan apa (di lokasi tambang) ya tolong dibantu. Dapat Rp 200 ribu. Ini sudah jelas-jelas menurunkan martabat polisi," lanjut dia.
Argo menambahkan, ketiga oknum polisi itu berinisial Aipda SP, Ipda SH, dan AKP S. Namun, ia tak menyebut jabatan yang diemban di Polsek Pasirian. Menurut Argo, ada dugaan unsur pelanggaran disiplin, bukan pidana umum.
Ketiganya terancam dikenai empat jenis sanksi. Pertama, teguran dari atasan; kedua, teguran tertulis dari atasan; ketiga, mosi alias penurunan kepangkatan; dan keempat mutasi atau penempatan khusus. Belum ada keputusan soal sanksi tersebut.
Pemeriksaan ketiga oknum polisi itu bagian dari peristiwa pembunuhan petani bernama Salim alias Kancil. Kancil dibunuh karena menolak keberadaan tambang pasir ilegal di desanya. Pembunuhan diduga dilakukan oleh warga desanya yang mendukung aktivitas tambang. Sebanyak 24 orang ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan Salim.
Keberadaan tambang pasir itu tak lepas dari kongkalikong dengan polisi dan pejabat desa setempat. Kepala Desa Selok Awar-Awar juga ditetapkan sebagai tersangka. (Fabian Januarius Kuwado)