TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Target penerimaan cukai hasil tembakau (HT) sudah diputuskan semalam (15/10) oleh Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR.
Namun, sebelum pembahasan dilakukan, data dari DPR dan pemerintah tidak sinkron.
Menurut Ketua Komisi XI Fadel Muhammad, kenaikan cukai berkisar di angka 11,5 persen dengan dasar perhitungan 12 bulan. Nilai itu menurut Fadel sudah dibicarakan pada konsinyering antara Kementerian Keuangan dan Komisi XI pada 12 Oktober lalu di Hotel Borobudur.
"Benar kenaikannya sekitar 11,5 persen," jelasnya kepada wartawan semalam sesaat sebelum putusan target cukai.
Suahasil Nazara Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengatakan, dasar perhitungan cukai tahun ini didasari pada 14 bulan. Namun, untuk tahun depan (2016) pemerintah akan mengembalikan ke angka dasar, yakni 12 bulan dengan 12 kali penerimaan.
"Karena itu perlu ada adjustment, kalau kita pakai angka tahun ini maka tahun depan juga 14 kali, bukan itu yang kita mau. Kita ingin kembalikan tetap 12 kali," paparnya.
Suahasil menambahkan, keputusan perhitungan 14 bulan di tahun ini karena sesuai APBNP. "Tahun depan kita kembalikan ke 12 bulan penerimaan, makanya angkanya turun. Turun Rp 10,8 triliun, dari penerimaan pajak kepabeanan dan cukai," jelasnya.
Sementara itu Muhaimin Moefti, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), mengatakan bahwa target tersebut tetap sangat tidak realistis.
"Kami tetap menolak target cukai sebesar itu. Kami masih ingin target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 129 trilyun, yakni kenaikan sebesar 7 persen dari target APBN 2015 yang adalah Rp 120 triliun" jelas Moefti.
Ia juga mempertanyakan angka kenaikan 11,5 persen tidak tercermin dalam rapat Komisi XI semalam. "Kalaupun naik 11,5 persen, maka target penerimaan cukai IHT akan menjadi sekitar Rp 133 triliun," tuturnya.