Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung memberi sinyal akan memeriksa Hary Tanoe. Pemeriksaan ini menyangkut kasus dugaan korupsi terkait restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom sewaktu masih dimiliki Hary Tanoesoedibjo.
Namun kapan waktu pasti pemeriksaan terhadap Bos MNC Group itu pun masih belum diketahui. Pastinya Hary Tanoe akan lebih dulu diambil keterangannya sebagai saksi.
"Siapapun yang terlibat dan mengetahui soal kasus ini pasti akan dipanggil," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Maruli Hutagalung, Kamis (22/10/2015) ketika ditanya soal pemeriksaan Hary Tanoe.
Maruli mengatakan kasus ini sudah diselidiki sejak awal 2015 ini sudah naik ke Penyidikan Umum, namun memang hingga kini penyidik belum ada penetapan tersangka.
"Sekarang belum ada tersangka, baru penyidikan umum saja," ucapnya.
Kasus ini terjadi pada tahun 2007-2009 dimana PT Mobile 8 Telecom saat itu dimiliki Harry Tanoe. Kala itu PT Mobile 8 melakukan transaksi perdagangan dengan salah satu distributornya yaitu PT Djaya Nusantara Komunikasi dalam bentuk produk telekomunikasi seperti peralatan HP dan pulsanya sebesar Rp 80 miliar.
Pada kenyataannya, PT Djaya Nusantara Komunikasi tidak mampu membeli barang dengan harga tersebut (Rp 80 miliar). Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi, Eliana Djaya menyatakan transaksi perdagangan tersebut hanyalah seolah-olah ada.
Untuk kelengkapan administrasi pihak Mobile 8 Telecom mentransfer uang sebanyak Rp 80 miliar ke rekening PT Djaya Nusantara Komunikasi. Uang tersebut ditransfer pada Desember 2007 secara dua tahap yakni Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.
Uang Rp 80 miliar ditransfer Mobile 8 Telecom seakan-akan PT Djaya memiliki modal untuk pembelian. Sehingga menciptakan kesan terjadi transaksi perdagangan antar keduanya.
Berlanjut, pihak PT Mobile 8 Telecom membuat invoice atau faktur fiktif yang seakan-akan terdapat pemesanan barang dari PT Djaya Nusantara Komunikasi. Padahal dalam kenyataannya perusahaan berbasis di Surabaya itu tak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom.
Di pertengahan tahun 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan total nilai Rp 114.986.400.000. Padahal PT Djaya Nusantara Komunikasi tak pernah melakukan transaksi maupun menerima barang sebesar itu.
Atas faktur-faktur pajak fiktif yang telah diterbitkan PT Mobile 8 Telecom itu, dimana seolah-olah terjadi transaksi, digunakan oleh perusahaan Hary Tanoe untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada Kantor KPP Perusahaan Masuk Bursa Jakarta.
Pada tahun 2009 PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10.748.156.345, yang seharusnya PT Mobile 8 Telecom tidak berhak atau tidak sah menerima kelebihan pembayaran tersebut sehingga negara dirugikan.