TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai tidak transparan karena menolak mengumumkan nama-nama perusahaan yang telah menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan.
Padahal, dampak kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan sudah berlangsung selama berbulan-bulan dan merugikan masyarakat.
"Kalau tidak mau menyebutkan nama perusahaan nama perusahaan dan direksinya berarti tidak ada transparansi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri per 22 Oktober 2015, polisi telah menetapkan 247 tersangka pembakar hutan. Dari jumlah itu, terdapat 230 tersangka perorangan dan 17 tersangka korporasi.
Tujuh di antara korporasi itu adalah korporasi penyertaan modal asing. Selain itu, masih ada 21 perkara yang masih dalam status penyelidikan dan 104 perkara yang sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.
Adapun 62 perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Menurut Hanafi, publik yang sudah mendapat kerugian materil, psikologis, kesehatan, hingga kehilangan nyawa akibat kabut asap, berhak tahu siapa saja yang bertanggungjawab terhadap pembakaran hutan selama ini.
"Ingat kebakaran hutan ini korbannya bukan hanya ratusan, tapi ribuan orang. Masa ini mau dikompromikan dengan segelintir perusahaan," ucap wakil ketua umum Partai Amanat Nasional ini.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menegaskan, pemerintah tidak akan membuka nama-nama perusahaan yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan.
"Buat saya, yang penting mereka tahu perbuatan mereka salah dan mereka telah mendapat sanksi untuk itu," kata Siti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/10/2015). (Ihsanuddin)