TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Tata Hukum Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa penetapan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sebagai tersangka masih belum sah.
Pasalnya, dirinya menilai bahwa SPDP yang dimiliki oleh Kepolisian Polda Jatim dan diserahkan ke Kejaksaan sifatnya tertutup dan hanya pemberitahuan.
"Masalahnya kan, kejaksaan mengambil inisiatif dan mengumumkan ke publik, padahal belum tentu sudah dapat dinyatakan tersangka," ujarnya di Kantor DPP PBB, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Yusril mengatakan bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh kepolisian polda Jawa Timur, belum menetapkan seseorang menjadi tersangka, karena yang dapat mengubah status tersangka seseorang hanya dua alat bukti permulaan yang ditemui oleh kepolisian.
Selain itu, SPDP juga tidak menyebutkan nama tersangkanya. Maka, Risma belum dapat dinyatakan sebagai tersangka.
"Tapi saat jaksa mengumumkan tersangka kepada Bu Risma, apalagi menyebutkan nama Bu Risma dalam SPDP, merupakan satu kekeliruan," tambahnya.
Sebelumnya, Mantan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur.
Penyidik Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) penetapan Risma sebagai tersangka sudah dikirim ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Penetapan tersangka terhadap Risma berdasar berkas perkara nomor B/415/V/2015/Reskrimum.
Surat ini keluar pada 28 Mei 2015. Tapi Kejati baru menerima SPDP-nya pada 30 September 2015.
Dalam SPDP itu juga disebutkan Risma terjerat pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang saat menjadi Wali Kota Surabaya.