News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RAPBN 2016

Wapres Akui KMP Masih Pertanyakan RAPBN 2016

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla, memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (15/10). Rapat tersebut membahas soal penajaman program pembangunan kepariwisataan dan pengadaan kapal perhubungan dan penggunaan deviden PT Kereta Api Indonesia (Persero). TRIBUNNEWS/SETPRES

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengakui bahwa partai-partai dari Koalisi Merah Putih (KMP) masih mempertanyakan Rancangan APBN 2016.

Padahal rencananya DPR akan menentukan diterima atau tidaknya rancangan tersebut pada Jumat (30/10/2015).

"Memang KMP ada mempertanyakan pos-pos anggaran yang perlu jadi perhatian," kata Jusuf Kalla kepada wartawan usai menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Menteri Tenaga Kerja negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), di Hotel Mulya, Jakarta Pusat, Kamis (29/10/2015).

Soal gelagat partai-partai KMP di DPR akan menolak rancangan tersebut, Jusuf Kalla mengaku tidak tahu. Namun pemerintah akan terus berupaya memperbaiki rancangan anggaran tersebut, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kubu KMP.

"Kita akan bicarakan lagi dengan Menteri Keuangan," ujarnya.

Wakil Ketua DPR, yang juga merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah mengkritisi masuknya anggaran tax amnesty atau pengampunan pajak ke dalam asumsi postur rancangan APBN 2016 yang dibahas Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Padahal DPR sendiri belum kelar membahas pengampunan pajak, namun pemerintah sudah memasukkan asumsi pemasukan negara dari pengampunan pajak.

Tak hanya dari KMP, politikus dari partai pendukung pemerintah pun ikut-ikutan mempertanyakan RAPBN 2016. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Effendi Simbolon, mengkritik prioritas pemerintah untuk menambah alokasi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Di tengah kelesuan ekonomi, ia menilai prioritas tersebut tidak patut, karena uang negara akan lebih banyak dinikmati oleh investor asing dibandingkan rakyat sendiri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini