TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, menilai dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015 lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya penanggulangan supaya hal serupa tidak terulang kembali.
Salah satunya melalui Konsorsium Riset Kebencanaan. Para civitas akademika di Perguruan Tinggi (PT) akan saling terintegrasi mengadakan penelitian untuk mencari cara menanggulangi karhutla.
Selama ini, dia menilai, upaya belum maksimal karena masing-masing PT bergerak sendiri-sendiri sehingga tidak efektif.
“Masing-masing PT melakukan sendiri-sendiri sehingga tidak efektif. Tetap tiap tahun kebakaran. Kami membentuk konsorsium. Pada Desember tim terbentuk,” tutur Muhammad Nasir, Kamis (5/11/2015).
Kemenristekdikti memetakan PT sesuai potensi. Ada pembagian di bidang kesehatan, pengelolaan lahan gambut, dan pengelolaan hutan atau non lahan gambut.
Penelitian lahan dilakukan sejak puluhan tahun, seperti di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Diponegoro (Undip), namun belum dimanfaatkan.
Sejumlah cara mulai dari penanggulangan sampai ke tahapan recovery setelah kejadian akan dibahas Konsorsium Riset Kebencanaan.
Kalender Oktober 2024 Lengkap dengan Tanggal 30 Oktober 2024 Memperingati Hari Apa? - Posbelitung.co
Misteri Keberadaan Daffa, Bayi 12 Hari yang Hilang saat Ortu Tidur, Sebelumnya Ada Gonggongan Anjing
VIRAL Suara Anjing Tetangga Bikin Terganggu,Pemilik Rumah Ini Balas Pasang Speaker Gonggongan Anjing
Konsorsium ini melibatkan PT mulai dari daerah terkena dampak langsung bencana dan daerah bukan terdampak bencana.
Tak hanya sebatas melakukan penelitian mencari cara mengatasi karhutla, namun, konsorsium akan melibatkan ahli hukum.
Sehingga, dalam pelaksanannya dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan pengusaha apabila hutan dibakar sanksi apa yang diberikan.
“Langkah-langkah selanjutnya apa yang dilakukan mengantisipasi kebakaran tahun depan. Kami harus waspada bagaimana cara mengatasi ini,” kata dia.
Berdasarkan data yang dimiliki Kemenristekdikti, dampak karhutla 2015 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya karena yang terbakar sebagian besar merupakan lahan gambut.
Ini menjadikan produksi asap lebih besar. Namun, asap sudah mengalami penurunan sejak pekan ketiga bulan Oktober.