TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II Rieke Diah Pitaloka menyatakan pihaknya meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendalami dugaan penyimpangan perpanjangan kontrak Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT).
Hal tersebut dikatakan Rieke disela-sela rapat Pansus Pelindo II di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/11/2015).
"Audit BPK terkait JICT sudah mengalami progres, yaitu sudah 95 persen. Kami minta dilengkapi apa yang terjadi dalam proses perpanjangan JICT," kata Rieke.
Politikus PDI Perjuangan itu menuturkan BPK dapat mengaudit mengenai perpanjangan kontrak JICT.
Contohnya, penyimpangan yang terjadi dalam proses amandemen pemberi kuasa kepada pihak JICT dari Pelindo II yang dilakukan sebelum akhir masa perjanjian.
Kedua kewajaran struktur dan komposisi saham serta penerimaan tunai yang diterima Pelindo II dari Hutchison Port Holding (HPH) atas amandemen perjanjian pemberian kuasa dari para pihak.
Terakhir, melakukan analisa keuangan jika Pelindo II tidak memberikan amandemen pemberian kuasa dan ambil alih kepemilikan saham JICT.
"Artinya agar dikelola 100 persen oleh Indonesia," ujarnya.
Pansus Pelindo II, kata Rieke, meminta audit BPK bagaimana apabila JICT dikelola sepenuhnya oleh Indonesia sehingga BPK sedang menilai kewajaran komposisi keuntungan dan saham.
Keempat, mengidentifikasi kerugian negara yang terjadi penyimpangan dalam kerjasama Pelindo II dengan HPH.
"Kelima, identifikasi pihak yang diduga terkait dan bertanggung jawab terhadap penyimpangan dan peran dari masing-masing pihak tersebut," katanya.
Pansus menurut dia meminta laporan itu secara parsial tentang perpanjangan konsensi dan tahun 2016 fokus auditnya mengenai Kali Baru agar lebih fokus.
Selain itu, Rieke juga meminta BPK melakukan analisa kajian dilengkapi dengan kajian yuridis.
"Tidak hanya UU BUMN dan UU Pelayaran. Tapi kami minta ditinjau dari UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara," katanya.
Sebelumnya, Anggota Pansus Pelindo II Daniel Johan mengaku prihatin atas dominannya kepentingan asing di manajemen PT Pelindo II.
Daniel mengatakan tak ada alasan Pemerintah mempertahankan RJ Lino sebagai Direktur Utama PT.Pelindo II. Temuan sementara Pansus menunjukkan Lino terbukti gagal menjaga pelabuhan sebagai aset nasional dan lebih tunduk ke asing.