TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Ketua DPR, Firman Wijaya menilai ada hal yang dilanggar pelaku perekam suara percakapan yang diduga suara antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin, pengusaha Reza Chalid dan juga Setya Novanto.
Menurut Firman, pelaku perekam percakapan yang diduga suara Novanto, Maroef dan Novanto telah melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektornik (ITE).
"Iya pasal 31 dan 32 UU ITE itu jelas bisa dibaca di situ otoritas penegak hukum yang sebenarnya harus melakukan intersepsi. Pertanyannnya, pengadu (Sudirman Said) apakah punya otoritas seperti itu atau tidak," kata Firman di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/11/2015).
Firman pun mendorong agar proses yang berlangsung di MKD memperhatikan juga ketentuan perundang-undangan terutama menyangkut validitas alat bukti dan otoritas pengguna alat bukti.
"Kita sebagai penasihat hukum sedang mendalami dan ini juga penting bagi siapapun tentang keabsahan alat bukti, perolehan alat bukti, dan otoritas penggunaan alat bukti yang harus memperhatikan Undang-Undang ITE," ujarnya.
Tim kuasa hukum, kata Firman telah memberikan masukan-masukan kepada Setya Novanto terkait aduan dari Sudirman Said. Dirinya menegaskan bahwa yang berhak melakukan penyadapan adalah penegak hukum.
"Ini semua tentu ada otoritasnya, nah ini perlu penelitian yang mendalam terhadap bukti yang saat ini ada di MKD. Jangan sampai alat bukti ini bermasalah dari sudut validitasnya termasuk salah otoritasnya," katanya.