TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Sosial mengimbau masyarakat mendaftarkan pernikahan ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau Catatan Sipil.
Pencatatan untuk tertib administrasi, memberikan kepastian hukum, dan jaminan perlindungan terhadap hak yang timbul.
Sebanyak 43 persen dari 86 juta anak di Indonesia belum memiliki akte kelahiran.
Salah satu penyebab, karena orang tua mereka tidak memiliki akses administrasi membuatkan akta kelahiran anak.
Hal ini karena orang tua tidak mendaftarkan pernikahan atau nikah siri.
Melihat permasalahan yang timbul, Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, mempertanyakan kebahagian pasangan menikah siri.
"Kalau nikah siri apakah ketenangan kebahagiaan yang akan muncul atau kesemrawutan yang akan muncul? Pada nikah siri tujuan perkawinan tereduksi karena tidak tercatatkan," tutur Khofifah dalam keterangan pers, Sabtu (5/12/2015).
Selain terkendala administrasi, dia menilai permasalahan nikah siri berdampak kekerasan anak, kecacatan anak, dan perdagangan manusia.
Dia menyebut pernikahan siri sebagai hulu persoalan yang harus diselesaikan.
Di sejumlah negara, pernikahan siri sudah dilarang.
Negara-negara tersebut, mewajibkan administrasi pernikahan guna memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak.
"Pernikahan harus diadministrasikan karena terkait penyumbang child trafficking, KDRT, kekerasan kepada anak, perceraian, hingga kecacatan anak. Saya melihat sebetulnya, kami harus melihat hulunya. Kekerasan anak merupakan hilirnya. Hulunya salah satunya nikah siri," katanya.
Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan, anak-anak tetap bisa berakte, tapi penisbahan dijatuhkan atas nama ibu.
Khofifah menyebut, hal itu bisa memunculkan beban sosial terhadap anak, yakni dicap sebagai anak haram.
"Anak-anak tetap akan bisa berakte berdasarkan putusan MK. Tetapi dinisbahkan pada nama ibu, ini akan memunculkan beban sosial anak dia anak haram," ujarnya.