TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Respublica Political Institute, Benny Sabdo menilai sidang MKD terhadap Ketua DPR Setya Novanto sebagai pihak teradu dalam kasus “papa minta saham" melawan kehendak rakyat.
“Saya sangat menyesalkan sidang MKD justru digelar tertutup,” tegas Benny kepada Tribun, Selasa (8/12/2015).
Menurut Benny, sidang MKD seharusnya digelar secara terbuka agar masyarakat mengetahui apa pertimbangan MKD dalam memutuskan. Apakah ada pelanggaran kode etik atau tidak?
Ia menjelaskan DPR menjadi salah satu perangkat dalam sistem demokrasi perwakilan.
Bahkan, dalam 200 tahun terakhir, lembaga legislatif adalah institusi kunci dalam perkembangan politik negara-negara modern.
“Menilik perkembangan lembaga-lembaga negara, lembaga legislatif adalah cabang kekuasaan pertama yang mencerminkan kedaulatan rakyat,” ungkapnya.
Benny katakan dalam masyarakat majemuk seperti saat ini kedaulatan rakyat tidak lagi menjadi eksklusif di tangan DPR, tempat para wakil rakyat menyatakan kehendak rakyat.
“Jika ternyata wakil rakyat tersebut menghianati kepercayaan rakyat, maka legitimasi DPR menjadi lenyap,” kritik Benny.
Banyaknya demonstrasi yang dilakukan oleh pelbagai kalangan masyarakat agar sidang Setya Novanto dilakukan secara terbuka itu adalah wujud kedaulatan rakyat yang sejati.
“Filsuf Jurgen Habermas menafsirkan prinsip kedaulatan rakyat adalah semua kekuasaan politis dari kekuasaan komunikatif para warga negara,” ucap Benny.
Habermas, demikian Benny, mencairkan ide kedaulatan rakyat yang biasanya dikaitkan dengan fiksi tentang sidang seluruh rakyat, atau dalam konteks perwakilan DPR.
Menurut Benny, teori kedaulatan rakyat menyakini yang sesungguhnya berdaulat dalam setiap negara adalah rakyat.
Kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap penguasa. Ia menegaskan bahwa menurut Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.