News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Opini

Hukum Harus Ditegakkan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR Setya Novanto berjalan meninggalkan ruang sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) usai mengikuti sidang kode etik di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (7/12/2015). Setya Novanto menjalani sidang MKD secara tertutup terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh dirinya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Oleh: Frans H Winarta

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Peristiwa "papa minta saham" yang ramai beberapa waktu belakangan ini secara historis merupakan insiden yang serius atau skandal dalam kancah tata politik dan ketatanegaraan Indonesia.

Dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR perihal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia semakin santer dibahas di media massa dan menimbulkan bermacam-macam asumsi dari berbagai lapisan masyarakat.

Awal mulanya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan bukti berupa rekaman dugaan pembicaraan antara Ketua DPR dan seorang pengusaha serta bos PT Freeport Indonesia kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Sidang kode etik MKD telah beberapa kali diadakan, tetapi masih ada sejumlah perdebatan perihal keabsahan laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR.

Selain itu, status (legal standing) Menteri ESDM sebagai pelapor kasus juga dipertanyakan beberapa anggota MKD. Tampaknya aroma politis terasa sangat kental dalam persoalan ini.

Percobaan melakukan kejahatan

Insiden "papa minta saham" ini, jikalau benar terjadi, tentunya tidak bisa diselesaikan hanya melalui sidang kode etik MKD saja, tetapi juga harus diselesaikan secara hukum.

Ada dua hal yang berbeda ketika kita berbicara mengenai etika jabatan dan hukum. Etika jabatan membicarakan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam suatu profesi atau jabatan formal. Etika jabatan berujung kepada peringatan, skorsing, atau pemecatan.

Sementara hukum berbicara mengenai benar atau salah. Ada unsur motif (oogmerk) dan kesengajaan (opzet) yang dapat berujung kepada hukuman penjara.

Di satu sisi, jika sesuatu dianggap salah dipandang dari segi etika, belum tentu hal itu dianggap salah jika dipandang dari segi hukum. Begitu pula sebaliknya.

Harus dipahami bahwa telah diatur di dalam KUHP Indonesia bahwa setiap warga negara Indonesia wajib melaporkan jika ada tindak pidana kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Mengapa insiden ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan?

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal apa yang disebut dengan "poging tot misdrijf" ("poging") atau "percobaan untuk melakukan kejahatan", sesuai dengan yang diatur di dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

Dalam pasal poging tersebut, seseorang dapat dihukum karena dapat dipersalahkan telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini