TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki mengungkapkan pihaknya pernah menerima surat dari Presiden Joko Widodo usulan revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang berkembang di DPR RI.
Dalam surat yang dikirimkan Menteri Sekretaris Negara tersebut, Presiden meminta agar KPK memberikan tanggapannya terkait draft tersebut yakni menyangkut kewenangan SP3, pembentukan dewan pengawas, kewenangan mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri serta kewenangan penyadapan.
Dalam surat tersebut, pimpinan menjawab lima poin. Pertama, pada prinsipnya pimpinan KPK tidak setuju terhadap keinginan sebagian anggota DPR RI untuk merevisi UU KPK.
Kedua, sebelum revisi UU KPK, pimpinan menyarankan agar Pemerintah terlebih dahulu merevisi Undang-Undang tindak pidana korupsi dan harmoniasi KUHP dan KUHAP.
"Dalam hal Pemerintah memandang perlu revisi undang-undang nomor 30, revisi tersebut dilakukan demi penguatan dan fungsi KPK. Pembahasannya paling cepat awal 2016. Saya nggak ngerti kalau ada yang ngerti baca ini," kata Ruki di auditorium KPK, Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Ruki pun menegaskan bahwa pembahasan draft revisi UU KPK akan dilanjutkan oleh kepemimpinan yang baru.
"Kami minta pemerintah fokus pada penguatan Undang-undang KPK,"ujarnya.
Dalam bidang penyadapan, penyempurnaan SP3 dan kewenangan mengangkat penyidik dan pembentukan dewan pengawas.
Dalam surat yang ditandatangani seluruh pimpinan KPK itu, Ruki mengatakan agar pemerintah bisa mempertahankan usulan tersebut.