TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setya Novanto hanya senyum-senyum saat dikonfirmasi perihal pengunduran dirinya dari Ketua DPR menunjukkan ia mengakui bersalah dalam kasus etik 'Papa Minta Saham' sebagaimana pengaduan Menteri ESDM Sudirman Said.
"Dengan pengunduran diri dari jabatan Ketua DPR, apa berarti Anda mengakui pelanggaran etik yang dituduhkan pelapor, Sudirman Said?" tanya wartawan kepada Novanto usai ia menyatakan pengunduran diri dari jabatan Ketua DPR dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II komplek DPR, Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Tak ada kalimat keluar dari mulutnya mendengar pertanyaan tersebut. Novanto yang mengenakan kemeja berbalut jas lengkap dengan dasi itu hanya senyum-senyum.
Pada 16 November 2015, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan dugaan perbuatan tidak patut atau pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto selaku anggota DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Novanto dilaporkan bersama pengusaha minyak bernama M Reza Chalid telah beberapa kali memanggil dan melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PT FI), Maroef Sjamsoeddin.
Dalam pertemuan ketiga di Hotel Ritz Carlton, kawasan Pacific Place SCBD, Jakarta Pusat, 8 Juni 2015, Novanto menjanjikan menyelesaikan atas masalah kelanjutan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI) dan meminta agar Freeport memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Novanto juga meminta saham atas proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta PT FI menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut.
Setelah melalui jalan berliku dan proses alot di persidangan, sedianya MKD mengeluarkan keputusan atas kasus etik Novanto pada Rabu (16/12/2015) malam.
Namun, tiba-tiba Setya Novanto mengirimkan surat pengunduran dirinya dari jabatan Ketua DPR, sesaat MKD mengeluarkan putusan.
Padahal, saat itu suara mayoritas dari 17 anggota MKD telah menyatakan Novanto terbukti bersalah melakukan pelanggaran etik tingkat sedang dan layak dijatuhi sanksi pemberhentian dari posisi di alat kelengkapan dewan (AKD), termasuk pimpinan DPR.
Wakil Ketua MKD dari PDI Perjuangan Junimart Girsang enggan memberikan pandangan perihal pengunduran diri Novanto itu.
Ia menyerahkan ke masyarakat Indonesia untuk menilai, apakah pengunduran diri Novanto saat suara mayoritas MKD menyatakannya bersalah adalah bentuk pengakuan dirinya memang bersalah di kasus etik 'Papa Minta Saham'.
Selain diproses dalam dugaan pelanggaran etik, kasus 'Papa Minta Saham' juga sedang diselidiki Kejaksaan Agung sebagaimana laporan Maroef Sjamsoeddin.
Bos PT Freeport itu menyerahkan telepon seluler dan rekaman original percakapan antara Novanto, Riza Chalid dan dirinya yang terjadi pada 8 Juni 2015.
Lagi, Novanto hanya diam saat dikonfirmasi kesiapannya menghadapi proses hukum di Kejaksaan Agung itu.