TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dijadwalkan akan membacakan tuntutan untuk terdakwa bekas Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini Selasa (22/12/2015).
Selama persidangan, Jaksa KPK sudah menghadirkan puluhan saksi. Mereka yang dihadirkan sebagai saksi mulai dari pengawal istri SDA, Mulyanah alias Mulyanah Acim hingga Anggota Komisi III DPR RI, Hasrul Azwar.
Berdasarkan pengakuan sejumlah saksi, mereka mengatakan Suryadharma melakukan penunjukan langsung sejumlah pemondokan untuk jamaah haji. Selain itu, terdakwa dugaan korupsi haji itu disebut menggunakan sisa kuota haji nasional untuk sejumlah orang yang tak berhak mendapatkan.
Seperti diketahui, Suryadharma didakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang melawan hukum hingga telah merugikan keuangan negara. Total kerugian keuangan negara atau perekonomian negara akibat penyimpangan Suryadharma mencapai Rp 27.283.090.068 dan SR17.967.405
Dia didakwa telah menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi serta telah mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan.
Selain itu, SDA juga didakwa mengarahkan tim penyewaan perumahan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan, serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Tidak hanya itu, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga turut didakwa telah menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) di Kementerian Agama tidak sesuai dengan peruntukan.
Pada dakwaannya, Suryadharma Ali didakwa bersama-sama dengan Politikus PPP, Mukhlisin; Ketua Fraksi PPP, Hasrul Azwar; Wakil Ketua Komisi IX DPR periode 2014-2019, Ermalena serta pengawal istri SDA, Mulyanah alias Mulyanah Acim.
Perbuatan Suryadharma Ali tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.