TRIBUNNEWS.COM -- Sepanjang tahun 2015 ini, kiprah Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tak luput dari konflik. Baik konflik dengan pihak yang secara terang-terangan menentangnya, maupun dengan pihak yang sama sekali tidak pernah menegaskan ketidaksukaannya terhadap Wakil Presiden, akan tetapi posisinya memaksa Jusuf Kalla harus berkonflik.
Di awal pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla, tercatat salah satu pihak pertama yang terlibat konflik dengan Wakil Presiden adalah Luhut Binsar Panjaitan. Konflik tersebut dipicu setelah Luhut oleh Presiden Joko Widodo, ditunjuk sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP), pada 31 Desember 2014. Alhasil di awal tahun, konflik pertama Jusuf Kalla berlangsung.
Posisi KSP adalah posisi yang baru dalam pemerintahan Indonesia. Yang menjadi permasalahan, kewenangan KSP bersinggungan dengan kewenangan Wakil Presiden. Luhut berwenang memanggil dan mengevaluasi para menteri, padahal, kewenangan tersebut sudah ada di tangan Jusuf Kalla.
Tak ayal lagi Jusuf Kalla pun melontarkan pernyataan yang menyiratkan ketidaksetujuannya dengan Luhut. Dalam sebuah wawancara pada, Rabu (25/3/2015), Jusuf Kalla menyebut "Monitoring itu mengikuti masalah. staf itu kalau namanya staf tidak boleh eksekusi, yang membuat keputusan itu Menteri, Presiden dan Menko (Menteri Kordinator),"
Konflik tersebut kemudian berakhir dengan sendirinya. Keduanya lalu tampil kompak, saat memantau gladi bersih Konferensi Asia Afrika (KAA), 18 April lalu. Mulai dari persiapan di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, hingga Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat.
Dalam sesi wawancara dengan wartawan, Jusuf Kalla sempat ditanya soal keakrabannya dengan Luhut hari ini. Sembari tertawa ia justru bertanya balik, "Memangnya (selama ini) tidak?"
Sedangkan Luhut yang berdiri di sebelah Wapres JK saat sesi wawancara, menanggapi hal itu dengan salah penyebutan, "Pak Jokowi ini, eh pak JK, kan bos saya."
Di saat yang sama Jusuf Kalla berkonflik dengan Luhut, ia juga berkonflik dengan Abraham Samad, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktiv. Jusuf Kalla dituding berada di balik pelengseran Abraham Samad dari jabatannya.
Namun hingga kini hal tersebut tidak pernah terbukti, dan Abraham Samad kini telah berstatus tersangka kasus pemalsuan dokumen.
"Kita lihat saja apa masalahnya. Tentu ada hak semua orang membela. Kalau perlu ke pengadilan. Semua punya hak yang sama," ujar Jusuf Kalla kepada wartawan menanggapi pentersangkaan Abraham Samad, pada 17 Februari lalu.
Abraham Samad ditersangkakan setelah KPK menetapkan status tersangka terhadap Komjen Pol Budi Gunawan, saat berstatus calon Kapolri pada awal 2015. Budi Gunawan yang juga didera isu "Rekening Gendut," kemudian menggugat penetapan status tersangkanya melalui sidang Praperadilan di Pengadilan Negri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut akhirnya dimenangkan Budi Gunawan.
Jusuf Kalla mendukung Budi Gunawan. Ia bahkan membeberkan kepada publik bahwa dirinya sudah mengklarifikasi isu "rekening gendut" langsung ke mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, dan isu tersebut tidak bisa dibuktikan.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, kemudian berkomentar miring atas kemenangan Budi Gunawan. Ia kemudian dilaporkan ke Polisi. Alumni Universitas Gajah Mada itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas kasus "Payment Gataway."
Jusuf Kalla kemudian mengakui bahwa Denny sempat menyambangi ke kediamannya, dan meminta bantuan atas penetapan tersangka itu. Kepada wartawan Jumat (27/3/2015), Wakil Presiden membeberkan kawabannya ke Denny, yakni "Denny kan pendekar hukum, bekas Wamen (Wakil Menteri), otomatis harus sesuai hukum,"