TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan bahwa Justice Collaborator dan Whistle Blower bisa jadi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kasus tertentu.
"Misalnya kasus korupsi kan biasanya orang-orang yang istilahnya punya kekuasaan, nah itu yang bisa saja whistle blower juga mempunyai kepentingan untuk disalahgunakan," ujarnya di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (30/12/2015).
Edwin menjelaskan bahwa selama ini yang dapat menentukan satu pihak menjadi Justice Collaborator dan Whistle Blower adalah lembaga penegak hukum dan Dirjen PAS Kemenkumham dengan ketentuan yang dapat didapatkan dari berita acara pemeriksaan (BAP).
Sementara tugas LPSK dalam perlindungan Justice Collaborator, adalah menelaah peran Justice Collaborator sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur oleh Undang-undang 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban.
"Kalau memang dia merasa terancam, terancamnya seperti apa? Kalau hanya dia hiperbola begitu, ya kami tidak akan berikan dia perlindungan," ujarnya.
Ketentuan tersebut, kata Edwin penting karena banyak keuntungan saat menjadi Justice Collaborator dan Whistle Blower.
Selain akan mendapatkan remisi setiap kali ada perayaan, Justice Collaborator juga berhak mendapatkan tuntutan yang ringan dari penuntut umum.