TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota fraksi Golkar DPRD Banten Adde Rosi Khoerunnisa mengaku tidak pernah tahu soal permohonan uang Rp 10 miliar dari rekannya kepada Direktur Utama PT Banten Global Development Ricky Tampinongkol.
Soal permintaan tersebut diungkapkan Gubernur Banten Rano Karno saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pekan lalu.
"Nggak tahu. Intinya kami nggak tahu. Kami nggak pernah terima atau pun tahu," kata Adde usai diperiksa penyidik di KPK, Jakarta, Senin (11/1/2016).
Adde sendiri ketika ditanya mengenai soal dugaan permintaan uang tersebut selalu menghindar. Adde berkilah agar media bertanya kepada penyidik mengenai aliran uang tersebut.
"Tanya aja ke penyidik. Yang penting penjelasan saya sudah saya sampaikan ke penyidik," elak Adde.
Anggota Badan Anggaran DPRD Banten itu pun mengaku selama berjam-jam diperiksa, penyidik tidak bertanya mengenai aliran uang haram tersebut. Lagipula, Adde mengaku tidak terlalu mengetahui proses pembentukan Bank Banten tersebut.
"Saya nggak tahu detail. Karena saya udah sampaikan saya jarang ikuti rapat-rapat. Saya nggak tahu detail karena Golkar dari awal nolak," tutur menantu Ratu Atut Chosiyah itu.
Ini bukanlah kali pertama Adde diperiksa. Istri Anggota DPR RI Andika Harzrumy pernah diperika pada Desember 2015 terkait kasus tersebut.
Sekedar informasi, KPK menetapkan Direktur Utama PT Banten Global Development Ricky Tampinongkol, Ketua Komisi III DPRD Banten Tri Satriya dan Wakil Ketua DPRD Banten SM Hartono sebagai tersangka usai suap penangkapan ketiganya di kawasan Serpong, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Ketiganya sedang serah terima uang 11.000 dolar AS dan Rp 60 juta terkait suap pengesahan APBD Banten TA 2016 untuk pembentukan Bank Banten.
Hartono dan Tri diduga sebagai penerima suap dan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Ricky diduga sebagai pemberi suap dan disangka Pasal 5 ayat 1 a atau b atau 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.