Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Richard Joost Lino mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan yang sedianya digelar pada Senin (11/1/2016) lalu.
Mantan Direktur Utama PT Pelindo II tersebut menganggap lucu sikap KPK yang justru meminta penundaan sidang praperadilan selama dua minggu.
"Semestinya sebagai institusi yang sudah solid KPK siap. Mereka malah minta pengunduran dua minggu, kan jadi lucu," kata Lino di Universitas Indonesia, Rabu (13/1/2016).
Pria yang dikenal dengan nama RJ Lino ini menilai KPK tidak memiliki bukti kuat untuk menetapkannya sebagai tersangka.
Hal itu terbukti dengan pihak KPK yang masih meminta audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian negara yang diduga dibuatnya.
"Kan mestinya sudah siap dong bukti-bukti menetapkan saya sebagai tersangka. Ini mereka (KPK) masih ke BPKP minta bukti," tuturnya.
Lino juga mengaku heran dengan penetapan tersangka kepadanya.
Padahal, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dirinya belum pernah diperiksa lembaga antirasuah tersebut.
"Sebelum dijadikan tersangka saya belum pernah diperiksa," ucapnya.
Masih kata Lino, dengan tidak hadirnya KPK dalam sidang perdana praperadilan berarti lembaga antikorupsi itu melanggar hak asasi dirinya.
Dikatakan dia, pengajuan praperadilan merupakan hak dirinya sebagai tersangka.
"Saya bilang, hak asasi manusia saya dilanggar oleh KPK," tegasnya.
Seperti diketahui, sidang praperadilan RJ Lino sedianya digelar Senin (11/1/2016) lalu.
Namun pihak KPK tidak hadir dan meminta sidang ditunda selama dua pekan.
Hakim Udjiati yang memimpin sidang pun akhirnya mengabulkan penundaan sidang selama satu pekan.
"sidang ditunda satu minggu ke depan pada 18 Januari 2016," kata Hakim Udjiati.
RJ Lino ditetapkan tersangka oleh KPK terkait pengadaan tiga unit Quay Container Crane PT Pelindo II Tahun Anggaran 2010.
Tanpa lelang, Lino menunjuk perusahaan Tiongkok, Huadong Heavy Machinery sebagai penyedia QCC tersebut.