TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak satupun dari lima pelaku teror di kawasan Sarinah yang berhasil ditangkap hidup oleh aparat kepolisian.
Selain meninggal karena bom, pelaku tewas dihantam peluru aparat polisi.
Ajun Komisaris Besar Polisi Untung Sangaji yang sempat berhadapan dengan teroris, mengaku harus menyelesaikan pelaku di tempat untuk menghindari korban yang lebih banyak.
Untung yang saat di TKP berbaju putih mengatakan dia dan rekannya Ipda Tamat dan petugas yang lain mendengar ledakan bom.
Oleh komandan, mereka kemudian diperintahkan untuk bersiaga dan langsung mengokang senjata.
Sambil menunggu pasukan datang, Untung bersama Tamat kemudian datang ke pos polisi yang di depan dan Tamat mengamankan mobil mereka.
Ternyata, kata dia, ada korban di sekitar mobil dan mengetahui bom tersebut bukan bom biasa.
Untung langsung mengatakan itu perbuatan teroris karena ada skrup ada baut.
"Paku nancap di korban yang di dalam. Akhirnya saya berteriak ke Tamat, untuk back up," kata AKBP Untung Sangaji di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/1/2016).
Ketika menyelamatkan korban ke atas mobil, lanjut dia, kemudian terdengar ada tembakan.
Korban tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan dilarikan ke rumah sakit.
Tiba-tiba di tengah kerumunan, Untung melanjutkan, ada orang yang tergeletak.
Untung memerintahkan agar masyarakat melarikan diri.
Tamat kemudian menembak di kaki pelaku sementara Untung menembak di dada.
Menurut Untung, tembakan tersebut ke dada diambil karena dia melihat pelaku tersebut membawa ransel besar berisi bom di punggungnya.
"Ada bom yang lebih besar di punggungnya. Berat sekali dia jalan. Nah ini bahaya, saya akhirnya mengambil tindakan penyelesaian di tempat. Jika bom itu meledak bisa dua kilometer lebih. Anda lihat bom yang kecil saja paku terbang sampai ke lantai dua," ungkap Untung.
Untung sendiri menghabiskan tiga magazen dari lima magazen yang dibawanya.
Ipda Tamat sendiri mengatakan tindakan yang mereka ambil tidak menyalahi SOP.
Pasalnya, kata Tamat, saat itu ada sipil bersenjata dan menembak ke segara penjuru.
"Situasi yang mengharusnya saya seperti itu. Saat itu ada sipil bersenjata menembak ke kerumunan massa menimbulkan korban. Menembak ke segala penjuru. Masa berhambutan ke segala arah. Pelaku lari ke halaman Starbucks menyusul rekannya dan berlindung dibalik mobil putih dengan membawa ransel diduga bom," kata dia.