Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri menyambut baik adanya usulan untuk merevisi Undang undang Terorisme.
Menurut Polri revisi tersebut penting untuk penguatan peran intelijen dalam pencegahan aksi teror.
"Kami ingin ada regulasi terutama untuk Point preventif dan represif. Tapi harus juga disesuaikan dengan HAM jadi semua berjalan lancar," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Anton Charliyan, Rabu (20/1/2016).
Anton melanjutkan, jika dibandingkan dengan negara tetangga yakni Malaysia maka Indonesia masih kalah jauh.
Pasalnya disana undang-undangnya sudah sangat baik dan ketat, utamanya dalam mengatasi aksi terorisme.
Upaya preventif yang dimaksud yakni Polri turut serta ambil bagian dalam upaya pencegahan terorisme bersama pihak-pihak lain termasuk BNPT.
Sementara represif yakni upaya terakhir dalam memberantas para pelaku teror.
"Jadi kami minta ada kewenangan khusus saat orang menyatakan diri anggota ISIS atau gerakan radikal itu bisa ditindak," ucapnya.
Selain itu, kata Anton bisa juga diatur tentang penindakan terhadap orang-orang yang melakukan ajakan bergabung dengan gerakan radikal.
"Saat pidato terlarang mengajak jadi anggota gerakan radikal juga bisa ditindak," ucapnya.
Tetapi pihak kepolisian menyerahkan semuanya terkait revisi tersebut terhadap para pemangku kebijakan.
"Soal revisi kami serahkan seluruhnya ke para pengurus Undang-undang," ucap dia.
Anton menyayangkan selama ini pihaknya tidak bisa berbuat atau menindak orang-orang yang berpidato mengajak gabung gerakan radikal atau menyatakan diri gabung ISIS.
Hal tersebut dikarenakan orang-orang yang melakukan ajakan belum bisa dikategorikan masuk tindak pidana.