Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau begitu saja mengabulkan permintaan menjadi justice collaborator dari anggota DPR dari PDIP Damayanti Wisnu Putranti.
Diketahui Damayanti kini menjadi tersangka kasus suap proyek jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun 2016 di Maluku.
Pihak KPK ingin melihat dan menganalisis dahulu konsistensi Damayanti dalam membeberkan informasi dan data terkait kasusnya ke KPK.
"Itu kalau masuk (pengajuan justice collaborator), kami evaluasi," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Dikatakan dia, pengalaman KPK saat seorang tersangka diberikan terlalu awal, biasanya tidak konsisten saat di persidang.
"Kami menjanjikan OK, tapi konsisten. Tapi, menjelang putusan sidang baru kami berikan," ucapnya.
Justice collaborator merupakan salah seorang pelaku, bukan pelaku utama dari tindak pidana tertentu yang mengakui pidana yang dilakukannya serta bersedia memberikan keterangan yang diketahuinya secara lengkap di pengadilan dengan status saksi sekaligus pelaku.
Menurut Agus, Damayanti harus mengungkapkan semua yang diketahui secara benar dan utuh ke KPK selaku penegak hukum sebagai konsekuensi menjadi justice collaborator.
Namun, Damayanti belum memberikan timbal balik informasi awalan saat mengajukan diri menjadi justice collaborator ke KPK pada Jumat lalu.
"Dia baru menawarkan, suratnya sudah kami terima. Tapi, kami selalu konsisten mengevaluasi tingkah laku dia sampai menjelang putusan," ucap Agus.
Damayanti Wisnu Putranti merupakan anggota Komisi V DPR dari PDI Perjuangan yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Selain Damayanti, dua stafnya, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin, serta CEO PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir juga terjaring dalam OTT tersebut.
Ditemukan uang sebanyak 404 Dolar Singapura yang diduga terkait pemenangan proyek pembangunan jalan Kementerian PUPR Tahun 2016 di Maluku.