TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah memeriksa mantan Ketua DPR Setya Novanto, kini Kejaksaan Agung kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap pengusaha Muhammad Riza Chalid dalam kasus "Papa Minta Saham".
Beberapa kali diundang ke Kejaksaan Agung namun Riza Chalid tak kunjung hadir.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan pihaknya selalu melayangkan undangan ulang ke taipan minyak dan gas itu.
Undangan untuk hadir memberikan keterangan itu, jelas Prasetyo, telah dikirimkan ke beberapa rumah Riza.
"(Rumah Riza Chalid) ada yang di Pondok Labu, ada di Dharmawangsa, ada di beberapa apartemen. Tapi nyatanya dia tidak ada di sini," kata Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Sedangkan, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Fadil Jumhana menyebutkan saat ini pihaknya tengah mengesampingkan sementara permintaan keterangan dari Riza Chalid.
"Sampai saat ini belum terlalu urgent (keterangan Riza)," kata Fadil dalam kesempatan yang berbeda.
Jampidsus Arminsyah bahkan menyatakan tanpa keterangan dari Riza skandal Papa minta saham dapat naik ke tahap penyidikan.
"Kalau bukti yang kami peroleh cukup, tidak perlu (keterangan Riza) ," kata Arminsyah.
Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.