Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah tiga minggu peristiwa teror Jakarta berlalu.
Peristiwa yang terjadi di Kawasan Sarinah, Thamrin tersebut menyebabkan 8 orang tewas dan 26 orang terluka.
Enam dari korban luka tersebut adalah polisi, salah satunya Ajun Inspektur Dodi Maryadi.
Aiptu Dodi Maryadi adalah petugas bagian Lalu Lintas Polres Jakarta Pusat, yang juga menjadi korban tembak pelaku teror.
Aiptu Dodi mengaku pada Kamis (14/1/2016) nahas tersebut, ia memiliki firasat sebelum pergi kerja.
Dalam pikirannya selalu terbayang sebuah musibah akan datang. Tapi ia mengaku tidak tahu musibah apa yang bakal terjadi.
"Dari rumah, hingga tempat kerja, pikiran musibah itu selalu ada," paparnya.
Sampai akhirnya saat ia sedang piket di Polsek Menteng tiba-tiba handy talky yang dipegangnya menginformasikan adanya ledakan di Pos Polisi Sarinah.
Karena termasuk wilayahnya dan jaraknya sangat dekat ia bersama dua rekannya langsung menaiki mobil Ford Ranger menuju lokasi.
Sesampainya di sana ia memalangkan mobil dengan maksud sebagai pembatas agar warga tidak mendekat.
Namun saat sedang mengimbau warga untuk mundur, tiba-tiba Karo Ops Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martuani yang mengendari Fortuner hitam, memerintahkannya untuk mengevakuasi jenazah.
Ia lantas kembali mengendarai mobil dan melaju ke arah depan Sarinah.
Namun tiba-tiba ada seseorang mendekat ke arah mobil. Dodi mengaku ia tidak menyangka jika orang yang mendekat tersebut adalah pelaku teror.
Setelah terlihat orang tersebut menenteng senjata jenis FN, ia baru menyadarinya.
"Sebelumnya saya kira teman, tapi kok pistolnya bukan revolver," paparnya.
Menyadari hal itu, Dodi kemudian segera menutup pintu kaca mobil sebelah kanannya yang sebelumnya terbuka.
Namun saat sedang menutup pintu tersebut, tiba-tiba pelaku menembak.
Dodi mengatakan saat itu ia melihat percikan api keluar dari senjata pelaku. Sesaat itu juga ia merasa panas di bagian perut.
Dodi mengatakan setelah sadar tertembak ia lantas melaju kendaraanya ke arah kebon Sirih. Ia mengaku pikiranya saat itu kacau.
Ia harus waspada karena belum mengetahui jumlah pelaku, sementara ia menahan rasa sakit di perutnya.
"Saya sambil menunduk dan waswas, menjalankan mobil ke arah Kebon Sirih. Dalam pikiran saya saat itu apabila ada orang mendekat dan menodongkan senjata ke arah mobil, akan saya tabrak saja," katanya.
Dodi akhirnya berhenti di perempatan Jalan Sabang, ia kemudian memanggil petugas yang berada tidak jauh dari mobilnya.
Saat itu kata Dodi, panggilannya tidak ada yang merespon.
Menurutnya, mereka masih panik dan masih ragu jika ia polisi sungguhan.
Tidak lama kemudian ada petugas menghampiri dan mengevakuasinya ke ambulan sebelum akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan dan dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto.
"Saya bersyukur saya masih hidup sampai sekarang," katanya.
Ingat Anak Istri
Meski menceritakan kisah tragis dan mencekam, namun perbincangan di ruang tamu antara Budiono dan Dodi berlangsung cair dan penuh kekeluargaan.
Kedua istri polisi yang ikut mendengarkan cerita tersebut tampak antusias dengan ikut menjelaskan kondisi suaminya pasca-aksi teror.
Menurut Budiono istri dan anaknya lah yang membuatnya bisa bertahan hidup.
Usai tertembak ia hanya mengingat anak dan istri untuk menahan rasa sakit.
Menurutnya tembakan dari pelaku ke tubuhnya rasanya sangat nyeri.
Saking sakitnya saat berada di ambulan yang membawanya dari RS Budi Kemuliaan menuju RSPAD, ia memegang kain berbentuk jaring yang menggantung di mobil. Ia lilit dan pelintir kain tersebut, saking tak kuasa menahan rasa sakit.
"Yang membuat saya kuat adalah anak dan istri. Yang saya ingat adalah mereka," paparnya.
Budiono ingat betul, saat tiba di RSPAD dia dengan cepat ditangani, baju yang menempel di badanya dilepas dengan cara digunting, karena ia tidak boleh banyak bergerak.
Namun setelah masuk ruang ICU, ia tidak ingat apa yang terjadi sebelum siuman empat hari kemudian.
"Saat bangun saya melihat anak istri saya berada di samping, dan saya bersyukur dapat melihat mereka lagi," katanya.
Sang istri, Rina Perdina berkaca-kaca saat suaminya menceritakan hal itu. Duduk disamping suaminya, ia mengatakan semoga kejadian tersebut adalah yang terakhir kalinya.
"Semoga ini yang pertama dan terakhir, meskipun itu merupakan risiko suami saya sebagai seorang polisi," katanya.
Sama seperti Budiono, Dodi pun mengaku hanya ingat keluarga saat menahan rasa sakit tembakan.
Selain itu, selama berada di ambulan dan di rumah sakit ia tak henti-hentinya membacakan istighfar.
"Mereka yang membuat saya kuat," paparnya.