News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

‎Koalisi Masyarakat Serahkan Petisi Online Tolak Revisi UU KPK Kepada Ketua BaLeg DPR

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi serahkan Petisi Online Tolak Revisi UU KPK Kepada Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas, Selasa (9/2/2016)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendatangi Gedung DPR.

Kehadiran mereka untuk menyerahkan petisi online change.org/janganbunuhKPK yang ditandatangani 57 ribu orang kepada Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas.

"Menyikapi wacana revisi UU KPK, Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) Suryo Bagus menginisiasi petisi online tolak revisi UU KPK," kata Donal Fariz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/2/2016).

Koalisi juga memberikan dokumen sejarah KPK serta berbagai pendapat pakar hukum mengenai revisi UU KPK.

Anggota Koalisi yang juga peneliti ICW tersebut pun mengatakan revisi UU KPK bukanlah isu baru.

Namun terdapat hal yang menarik dimana terdapat kesepakatan antara Menkumham Yasonna Laoly dan Komisi III DPR bahwa revisi UU KPK dilakukan setelah KUHP dan KUHAP.

"Kita tidak tahu perkembangan KUHAP dan KUHP, malah lebih dulu yang revisi UU KPK," kata Donal Fariz kepada Supratman.

Ia lalu menyebutkan point-point yang akan direvisi.

Contohnya, SP3 yang menjadi titik rawan mafia hukum.

Untuk itu, ia mengapresiasi Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK.

"Kami apresiasi langkah politik Gerindra, Pak Prabowo. Sikap yang sama kami harap datang dari Parpol lain. Dulu PDIP menolak revisi UU KPK, sekarang baru setahun berkuasa sudah mau merevisi UU KPK," kata Donal.

Hal yang sama juga dikatakan anggota Koalisi lainya, Laola Esther.
Ia menilai tidak ada urgensi revisi UU KPK.

Bila terdapat kekurangan seperti standar operasi prosedur (SOP) maka dapat dibuat peraturan KPK.

"Kami khawatir ada kepentingan lain yang kontraproduktif," ujar Laola.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini