TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peggiat antikorupsi menyayangkan jalur kompromi ditempuh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus penyidiknya Novel Baswedan.
"Seharusnya mereka tidak memilih jalur kompromistis tersebut. Karena ketika mereka menyerah pada kriminalisasi maka berarti mereka menyerah pada koruptor," ujar aktivis Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Demokrasi, Hendrik Rosdinar kepada Tribun, Selasa (9/2/2016).
Kata dia, semua orang tahu, apa yang menimpa Novel adalah kriminalisasi yang merupakan bentuk serangan balik para koruptor.
Selain itu menurutnya, langkah yang diambil Pimpinan KPK ini juga dapat diartikan memang sudah tidak menghendaki Novel ada di KPK.
"Padahal kita tahu Novel adalah simbol keberanian KPK. karena dia adalah penyidik yang selama ini menangani kasus kakap," ucapnya.
Lebih lanjut penggiat antokorupsi ini juga menilai opsi menawarkan Novel sebuah jabatan di BUMN sebagai bentuk merendahkan martabat seorang Novel.
"Dia bukanlah sosok yang mencari jabatan dan fasilitas. Dia memilih tetap di KPK karena ingin benar-benar mengabdi kepada negara meskipun resiko yang harus ditempuh," tegasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membantah adanya barter soal nasib penyidik Novel Baswedan di KPK.
Ia mengatakan, pimpinan KPK telah menentukan pilihannya untuk mengatasi masalah Novel.
"Ini bukan soal tawar menawar. Ini soal pilihan. Kami juga punya keterbatasan memberi alternatif pilihan, harus dilihat hati-hati ke arah mana," ujar Saut melalui pesan singkat, Minggu (7/2/2016).