News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Televisi dan Radio Dilarang Kampanyekan LGBT

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komunitas LGBT Jakarta kibarkan bendera pelangi dalam acara peringatan Hari Perdamaian Internasional di Balai Kota DKI, Minggu (20/9/2015).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik mengenai komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang marak di televisi dan radio membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ikut bersuara.

KPI pun melarang televisi dan radio untuk mengkampanyekan LGBT.

Alasannya, KPI menganggap kampanye LGBT melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

"Aturan dalam P3 dan SPS itu sudah jelas, baik tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesusilaan dan kesopanan," kata Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (13/2/2016).

"Ataupun tentang perlindungan anak dan remaja yang melarang adanya muatan yang mendorong anak dan remaja belajar tentang perilaku tidak pantas dan atau membenarkan perilaku tersebut," ujarnya.

Idy Muzayyad menjelaskan, larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan remaja yang rentan menduplikasi perilaku yang dianggap bertentangan dengan norma yang dipahami secara umum.

Karena itu, baik televisi maupun radio diminta KPI tidak memberikan ruang yang dapat menjadikan perilaku LGBT itu dianggap sebagai hal yang lumrah.

Ke depannya, kata Idy, bila diperlukan KPI akan membuat batasan yang lebih rinci lagi di P3 & SPS, agar TV dan radio tidak salah dalam penayangan program terkait LGBT.

Sikap KPI ini dianggap sejalan dengan sikap Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menolak promosi dan legalisasi terhadap LGBT.

Diskriminasi

Sebelumnya, Human Rights Working Group menilai selama ini komunitas LGBT menjadi pihak yang kerap mengalami diskriminasi di masyarakat.

Program Manager Human Rights Working Group (HRWG), Daniel Awigra, menilai Kementerian Kesehatan sesungguhnya memiliki otoritas untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang fenomena LGBT dari perspektif kesehatan.

Misalnya, dengan memiliki semacam naskah akademik yang menjelaskan bahwa LGBT tidak untuk dijauhi dan bukan penyakit menyimpang.

"Ini harus didorong. WHO sendiri sudah mengatakan bahwa itu bukan penyakit," ujar Daniel di Kantor LBH Jakarta, Selasa (9/2/2016).

Sementara itu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan komunitas LGBT punya hak untuk mendapatkan perlindungan.

Oleh sebab itu, Luhut tidak setuju jika kelompok LGBT menjadi korban kekerasan di lingkungannya. Luhut berpesan agar masyarakat merefleksikan diri dan bersikap bijak.

"Jangan cepat menghakimi orang lah," tutur Luhut. (Kompas.com/Bayu Galih)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini