TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menyadari banyak warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki kecenderungan seksual berbeda yang disebut sebagai kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan ransgender (LGBT).
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mengakui bahwa pemerintah memakluminya.
Kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2016), JK menyebutkan bahwa di Indonesia kelompok LGBT pun masih diperlakukan dengan baik, dibandingkan dengan negara lain seperi di Malaysia.
"Di Malaysia kan (melakukan) sodomi bisa dipenjara. Di Indonesia kan belum ada kasus itu," ujar JK.
Namun demikian ia mengingatkan bahwa hal itu adalah sebuah penyimpangan bila dinilai dari norma agama maupun budaya.
Pemerintah menurutnya tidak akan mentolerir, bila kelompok LBGT membentuk gerakan untuk mempemgaruhi orang lain atau meminta legalisasi.
"Yang salah kalau ini menjadi suatu gerakan untuk mempengaruhi orang lain, apalagi ingin meresmikan semacam kawin (sejenis) itu," kata JK.
Ia juga mengaku tidak setuju, bila ada bantuan dari pihak asing untuk mendanai gerakan LBGT di Indonesia, seperti yang sudah digelontorkan United Nation Development Programme (UNDP).
Dikutip dari situs UNDP, organisasi di bawah Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) itu sudah mengelontorkan dana ke UNDP Thailand, untuk mendanai program di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Jusuf Kalla mengatakan pemerintah sudah mengklarifikasi informasi tersebut ke perwakilan UNDP di Indonesia, dan mereka mengaku tidak tahu. Namun pemerintah tetap memberikan masukannya untuk menghentikan bantuan tersebut kalaupun ada.